Minggu, 25 Maret 2012

RINGKASAN ARTIKEL DARI BUKU E.ULRICH KRATZ Judul : Mengarang Roman (oleh HAMKA)



Mengarang Roman (oleh HAMKA)


        Hikayat, cermin hidup, roman, cerita pendek atau panjang, adalah satu bagian kesenian yang ada pada tiap-tiap bangsa, menurut tingkatan kenaikan peradaban bangsa.Terkadang yang diceritakan itu bukan kejadian yang tidak nyata, tapi kejadian yang dapat dilihat dalam perjalanan masyarakat. Dalam kalangan bangsa Arab,sebelum agama Islam tersiar, kesenian hikayat belum ada,hanya kesenian Syair,waktu itu terkenal Antarah dengan syair-syair Hamasahnya(syair perawira), Amaroel Qils dengan syair-syair remajanya. Di abad pertengahan Islam, kesenian membuat hikayat itu muncul, menurut parjalanan tamaddon umat,lalu timbullah kitab Al-Aghani, Al’aqdul farid dsb. Di Indonesia juga muncul kesenian berhikayat dengan kemegahan kerajaan jawa mataram, minang kabau, aceh dsb. Contoh hikayat-hikayat itu adalah hikayat-hikayat Amir Hamzah, hang tuah, hikayat simiskin dsb. Dalam perkembangan Bahasa Indonesia baru, bertambahlah derajat roman itu, muncul Abdul Muis dengan Salah Asuhan,Marah Rusli dengan Sitti Nurbaya,dsb. Cerita zaman dahulu menggambarkan orang yang dihikayatkan menurut khayal jauh dari kebenaran, sehingga banyak orang yang tertarik, seperti Hikayat Saidina Ali dengan pedangnya yang sanggup menetak kepala seribu kafir dalam sekejap.
        Itulah bedanya hikayat lama dengan hikayat sekarang,hikayat sekarang kebanyakkan menceritakan yang nyata,tidak melebihi dari kesanggupan manusia. Menurut sistem karangan zaman sekarang,jika yang diceritakan itu manusia,maka kelihatan  tabiat manusia itu,perjuangannya, batinnya,juga peranannya. Setelah pada masa akhir, muncul nafsu mengarang roman menurut aliran zaman baru. Tiap-tiap pengarang menulis hikayatnya, ada satu tujuan yang tersimpan di dalam hatinya, karena mengkritik suatu keadaan yang pincang di dalam masyarakat, karena kita masih karam dalam kepincangan itu, contohnya bahaya adat, bahaya pergaulan bebas, bahaya kawin paksa, dsb. Kemudian muncul Abdul Muis,Soeman HS,STA,Marah rusli dll,begitu banyak orang yang suka mengarang maka jalan karangan itu adalah menurut dasar peradaban,pergaulan dan pendidikan, mereka sebagian besar menganut aliran barat. marekapun mulai muncul dalam mengarang, yang bekal itu adalah dari dua aliran, pertama aliran kesusastraan dari Maninjau, dari itu kita dapat melihat hasil pujangga arab yang lama dan yang baru, maka kita cobalah mengarangkan hikayat-hikayat pendek, disamping mengarang artikel agama, kemudian muncul karangan yang berjudul Layla Majnun(1923), oleh Balai pustaka, di Bawah lindungan ka’bah (1938) oleh Balai Pustaka dll.
        Sebagian orang bertanya, bukankah tuan kaum kiyai, mengapa turut mengarang cerita roman? mereka jawab: agama tidak melarang itu, jika kita mengarang untuk tujuan yang baik. Bahkan ahli bahasa dan roman Balai Pustaka pernah mengirim surat, menceritakan isi cerita yang mereka buat nyata sekali jiwa keislamannya, namun halus maknanya. Sehingga Balai Pustaka tidak dapat menolak karangan yang telah mereka masukkan. Usaha untuk membuat cerita yang bagus, tetap ada kesalahan, kesalahan itu dapat diketahui oleh ahli kritik, bilamana cerita itu keluar. Salah satunya dalam tahun 1938, dengan judul Tenggelamnya kapal Van der wijck, baru seperempat yang keluar, perhatian umum belum ada, tapi dengan bertambahnya isi cerita bertambah pula peminatnya, apalagi bila cerita itu akan tamat. Satu pihak memuji setinggi langit, namun buruknya, ketika ada suara mengatakan mereka seorang kiyai i love you, tukang cerita cabul, sampai muncul propaganda bahwa pedoman masyarakat adalah surat kabar cabul, yang dibiarkan dibaca anak-anak, tidak layak dibaca perempuan.sebab dalam cerita itu ada kisah pertemuan Hayati dan Zainuddin sedang berduaan, ditempat yang sepi. Oleh karena itu, mereka berusaha lebih giat menciptakan hikayat-hikayat yang baru dengan tidak melupakan pujian yang setinggi langit atau hinaan.