Senin, 12 Maret 2012

Sinopsis Novel Midah, Si Manis Bergigi Emas


Judul              : Midah, Si manis Bergigi Emas
Pengarang      : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit          : Lentera Dipantara, Jakarta, 2003

Haji Abdul setiap hari selalu mengucap syukur kepada Allah atas semua nikmat yang ia terima. Tetapi ada satu keinginan yang belum dikabulkan yaitu istrinya hamil lagi. Haji Abdul telah mempunyai anak yang bernama Midah. Cantik parasnya. Setiap hari selalu dimanja. Sampai ketika umur Midah 9 tahun lebih, Midah mulai dicampakkan orang tuanya. Midah telah mempunyai adik yang banyak dan perhatian orang tuanya hanya kepada adik-adiknya. Midah bosan dan sering keluar rumah sampai petang. Orang tuanya tidak ada yang menegur atas perbuatan tersebut. Hal ini semakin membetahkan Midah untuk berkeliaran di luar rumah. Di jalanan Midah tergila-gila terhadap pengamen jalanan yang menyayikan lagu keroncong. Selama ini Midah hanya sering mendengarkan lagu-lagu Umi Kulsum faforit ayahnya.
Suatu hari Midah membeli beberapa keping piringan hitam yang berisi lagu-lagu keroncong. Namun sayang, ketika suatu hari Midah sedang bernyayi dengan asyiknya Haji Abdul mengetahui. Lagu itu haram bagi ayah Midah, piringan hitam yang Midah beli dihancurkan ayahnya. Midah ditampar dan dimarahi. Ibunya pun hanya diam, untung masih ada pembantu yang melindungi Midah.
Kini saatnya Midah untuk menikah, ayahnya telah menentukan calon suaminya yaitu Haji Terbus dari cibatok. Setelah menikah tiga bulan, Midah melarikan diri dari rumah suaminya. Midah kecewa karena Haji Terbus ternyata memiliki istri banyak. Midah pergi berlindung dirumah bekas pembantunya yaitu Riah. Selanjutnya Midah mengembara dijalanan bersama pengamen keroncong. Di sini Midah mendapat julukan Si Manis. Midah sehari-harinya tinggal juga bersama gerombolan pengamen. Midah hanya pasrah dan semua pekerjaannya dilandasi rasa cinta pada anak yang dikandungnya. Sampai ketika Midah melahirkan, tidak ada satu pun dari gerombolan pengamen yang menemaninya. Di rumah sakit Midah tidak mau mengatakan siapa bapak dari bayinya. Nama pun belum juga ia berikan.
Midah kembali ke gerombolan pengamen yang dulu bersamanya, tetapi sambutan kurang sedap diterimanya. Bayinya dihina oleh seorang wanita dari salah satu pengamen tersebut. Midah marah, baginya bayi itu tidak ada salah sedikit pun. Suatu hari midah dan gerombolan pengamen bertemu dengan seorang polisi lalulintas bernama Ahmad. Polisi tersebut menawarkan bantuan bahwa mereka akan bisa bernyayi di radio. Tetapi tawaran tersebut tidak kunjung datang. Midah sudah mengganti beberapa giginya dngan gigi emas, namun sayang akhirnya Midah diusir dari rombongan.
Sementara itu, Haji Abdul jatuh miskin. Apalagi setelah mendengar kabar bahwa Midah menjadi pengamen jalanan. Haji Abdul jatuh sakit karena kelelahan mencari Midah sepanjang hari. Nyonya Abdul akhirnya melapor polisi. Setelah sedikit sembuh Haji Abdul kembali pulang ke rumahnya. Kini ia berubah menjadi orang yang kecil dalam hubungan segala-galanya.
Si Manis alias Midah ternyata pindah ke Jatinegara, ia tidak mau tinggal di jantung kota karena takut akan dicari orang tuanya. Di sini Si Manis mengamen dengan menggendong anaknya. Suatu hari ia bertemu dengan polisi yang dulu menawarkan bantuan. Si Manis diajak menginap di rumah polisi itu. Tidak ada rasa curiga dalam hati Si Manis terhadap polisi itu, terlebih ketika polisi itu mengundang teman-temannya untuk acara sedekahan dalam rangka memberi nama anak Si Manis. Rodjali nama anaknya. Polisi itu sangat baik dan selalu mengajari Si Manis untuk bernyayi. Midah jatuh cinta pada polisi tersebut, hingga akhirnya ia terjebak dalam hawa nafsu.
Nyonya Abdul mendapat kabar bahwa anaknya menjadi penyayi radio yang terkenal. Dengan bangtuan tetangganya ia pergi ke tempat tinggal Midah. Namun yang didapati hanya seorang nyoya rumah dan anak kecil yang tidak terurus. Nyoya Abdul kemudian membawa anak itu ke rumahnya setelah mendengar penjelasan dari nyonya rumah bahwa itu cucunya. Di rumah Djali sangat dimanjakan tubuhnya kembali gemuk. Haji Abdul juga senang dengan anak itu.
Suatu malam Midah atau Si Manis meminta tanggung jawab kepada Ahmad. Si Manis hamil. Tetapi jawaban menyakitkan datang dari mulut Ahmad. Ahmad tidak mau mengakuinya. Kejadian itu membuat Si Manis sadar bahwa Ahmad lelaki pengecut. Setelah sampai di rumah Midah menceritakan semuanya kepada nyonya rumah, sungguh menyakitkan Midah malah di usir. Midah dianggap telah menjebak Ahmad.
Akhirnya Midah pulang ke rumah orang tuanya, ia menceritakan semua kejadian yang menimpanya. Tetapi Midah tidak mau menyebutkan siapa lelaki yang telah menghamilinya. Haji Abdul hanya pasrah dan berdo’a setiap harinya. Terkadang ketika keluar sindiran dari tetangga terhadap nasib yang menimpa anaknya. Haji Abdul mengatakan, saudara ini kenal satu sama lain, tapi tidak dengan dirinya sendiri.
Haji Abdul kini dianggap sebagainorang pintar, banyak orang yang datang meminta berkah. Melihat hal itu, Midah ingin pergi meninggalkan orang tua dan Djali. Midah tidak mau merusak nama baik ayahnya karena nasib yang menimpanya. Suatu hari Midah berpamitan kepada ibunya, meskipun melarang Midah tetap ingin pergi tanpa sepengetahuan ayahnya. Bagi Midah anak yang dikandungnya adalah anak yang lahir dari cinta, bukan ketika ia harus mengandung dari benih Haji Terbus.
Setelah melahirkan anak keduanya. Midah dengan anak yang digendongnya terus mencari pekerjaan. Setelah beberapa bulan lamanya nama Si  Manis Bergigi Emas tidak pernah terdengar lagi, kini nama itu kembali terkenal. Midah menjadi penyayi sekaligus pelacur. Midah tidak lagi memikirkan dosa. Setelah radio menjadi ajang ketenarannya, Midah merambah ke dunia film. Kemanisannya mengagumkan ratusan ribu orang.
Tetapi selain bapak dan ibu serta dirinya, tidak ada seorang pun di dunia pernah mencoba mengetahui apa sesungguhnya yang terjadi dalam jiwa Midah. Midah telah lenyap sebagai wanita.

Sinopsis Novel Di Bawah Lindungan Ka'bah

-->
Judul              : Di Bawah Lindungan Ka’bah
Pengarang      : Hamka      
Penerbit          : Bulan Bintang
Pada tahun 1927 saya berangkat ke tanah suci. Di Mekah saya menumpang di penginapan milik seorang Syeikh. Saya berkenalan dengan orang yang sangat baik dan rajin beribadah, ia adalah Hamid. Mulai saat itu saya sangat dekat dengan Hamid, tetapi setelah ia bertemu dengan sahabatnya yang bernama Shalleh, Hamid seolah berubah tidak seperti biasanya.Sebagai sahabat saya memberanikan diri untuk bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Akhirnya ia mau menceritakan kepada saya. Mulailah Hamid bercerita, sejak umur 4 tahun ayah Hamid sudah meninggal. Kehidupan Hamid dan ibunyamelarat, tetapi ibunya sangat menginginkan Hamid bersekolah yang tinggi.
Sudah waktunya Hamid untuk sekolah, tetapi ibunya tidak mempunyai biaya. Setiap hari Hamid berjualan kue, Sampai suatu ketika Hamid mendapat berkah dari seorang hartawan. Hartawan itu adalah keluarga Engku haji Jaffar dan istrinya Mak Aisyah. Engku Haji Jaffar akan meyekolahkan Hamid bersama dengan anak kandungnya satu-satunya yang bernama Zainab. Hamid dan Zainab sudah seperti kakak beradik, mereka selalu bersama hingga tamat MULO. Sejak saat itu  mereka berpisah, Zainab sudah dipingit keluarganya dan Hamid melanjutkan sekolahnya ke Padang Panjang.
Hamid merasa kesepian dan pikirannya selalu tertuju pada Zainab. Hamid jatuh cinta pada Zainab, tetapi ia selalu sadar diri. Cobaan yang tidak disangka-sangka datang, Engku Haji Jaffar meninggal dunia, tentu ini akan berakibat pada hubungan Hamid dengan keluarga Zainab. Musibah datang lagi, Ibu Hamid sakit keras dan Hamid harus selalu menunggunya. Ibu Hamid menanyakan tentang perasaan Hamid kepada Zainab dan Hamid menceritakan yang sebenarnya. Ibu Hamid masih sempat memberi nasihat waktu itu.  Namun, ibunya akhirnya menggal dunia. Cobaan berikutnya, Mak Aisyah meminta Hamid untuk membujuk Zainab untuk mau menikah dengan kemenakan ayahnya, ini masalah yang berat, pekerjaan yang berlawanan dengan keinginan hati Hamid. Ternyata Zainab belum mau kawin.
Hamid memutuskan untuk pergi meninggalkan Padang. Hamid hanya mengirim surat kepada Zainab agar ia mau menuruti apa kehendak ibunya demi rasa berbaktinya kepada orang tua dan menitip pesan bila kelak Zinab jadi menikah jadilah istri yang setia serta sampaikan salam untuk suaminya. Hamid kemudian pergi mengembara hingga sampai di bawah lindungan Ka`bah yang suci, terpisah dari pergaulan manusia yang lain. Di sinilah Hamid selalu tafakur memohon kepada Tuhan seru sekalian alam, supaya diberi kesabaran dan keteguhan hati menghadapi hidup.
Setelah setahun di Mekah dan waktu haji sudah datang. Tanpa disangka Hamid bertemu teman lamanya yang bernama Shalleh, teman sekolah di Padang dan Padang Panjang.  Shalleh membawa kabar tentang Zainab, karena istrinya sahabat karib Zainab. Shalleh menceritakan kepada Hamid bahwa selama ini Zainab memiliki perasaan yang sama seperti Hamid. Ini membuat hati hamid sedih tapi setidaknya sekarang barulah Hamid tahu dirinya ada harganya untuk  hidup, sebab ada orang yang mencintai Hamid, yaitu orang yang Hamid cintai. Kemudian Salleh mengirimkan sepucuk surat untuk istrinya Rosnah menerangkan pertemuannya dengan Hamid. Surat balasannya ternyata mengabarkan bahwa Zainab sakit parah, dan harapan Zainab untuk bertemu dengan Hamid, meskipun Zainab merasa tidak mungkin untuk bertemu Hamid karena sakitnya yang parah.
Hamid menjadi sering termenung dan Hamid mulai sakit-sakitan. Tetapi karena akan melaksanakan wukuf yang wajib dilaksanakan. Hamid melaksanakan rukun itu. Penyakit Hamid rupanya bertambah berat. Datanglah sebuah surat dari Rosnah istri Shalleh, Shalleh sempat tidak tega mengabarkan isinya kepada Hamid, tetapi ia harus menyampaikannya. Zainab telah meninggal. Mendengar berita itu, Hamid menarik nafas panjang, mengelurkan airmata yang panas.
Dengan bantuan orang badui, hamid melakukan tawaf keliling ka’bah tujuh kali. Di antara pintu Ka`bah dengan batu hitam, di tempat yang bernama Maltezam, tempat segala doa yang makbul. Hamid berdoa dengan khusuk. Saya melihat tanda-tanda kematian sudah dekat. Setelah itu suaranya tidak kedengaran lagi, di mukanya terbayang suatu cahaya muka yang jernih dan damai, cahaya keridhaan Ilahi. Hamid meninggal atas izin Tuhannya, di bawah lindungan Ka’bah. Saya dan Shalleh melakukan tawaf keliling Ka`bah " Tawaf Wida" yang artinya tawaf selamat berpisah. Setelah itu Shalleh pergi ke Mesir dan saya pulang ke tanah air.

Sinopsis Novel Refrain

Judul              :  Refrain

Pengarang      : Winna Effendi       

Penerbit          : Gagasmedia
Nata dan Niki adalah dua orang sahabat yang selalu bersama-sama menatap bintang di atas trampolin dan itu hampir menjadi rutinitas. Setiap Niki bertanya tentang siapa yang lebih dulu jatuh cinta di antara mereka berdua, Nata selalu menjawab “kamu”. Di sekolah  Niki dan Nata mempunyai sahabat yang bernama Annalise (Anna) pindahan dari New York. Anna merupakan anak tunggal dari model terkenal Vidia Rossa. Mereka bertiga menjadi sahabat erat. Ternyata Anna menaruh rasa sayang kepada Nata. Di sisi lain Nata pun merasakan ada yang berubah dari diri seorang Niki.
Suatu hari Niki diajak berkenalan oleh kapten basket dari lawan SMA nya. Oliver anak terkenal dari SMA Pelita. Niki pun menjadi gugup ketika suatu hari Oliver mengajaknya jalan-jalan dan menyatakan rasa cintanya pada NiKi. Seketika itu Niki merasa betapa senangnya mempunyai pacar dan langsung menceritakan kepada Nata dan Anna. Nata terkejut dan mengatakan bahwa Oliver tidak pantas menjadi pacar Niki. Nata berkata dalam hatinya bahwa dia yang lebih dulu jatuh cinta.
Anna mengajak Nata dan Niki ke rumahnya untuk memilih koleksi-koleksi fotonya. Niki menemukan kumpulan foto-foto Nata yang secara diam-diam disimpan oleh Anna. Nata memberanikan diri bertanya tentang foto itu. Anna pun mengatakan bahwa dia sayang kepada Nata. Anna lalu cepat mengatakan bahwa tidak perlu ada jawaban dari Nata karena ia sudah tahu jawabannya. Nata menjadi lega dan berkata bahwa ini baru pertama kalinya ada cewek yang menyatakan langsung perasaaannya kepadanya.
Suatu hari Niki masuk ke kamar Nata dan secara tidak sengaja membaca lagu-lagu ciptaan Nata, tapi ada hal yang membuatnya lemas ketika ia membaca tulisan tentang perasaan Nata kepadanya . Nata mengetahuinya dan Niki ingin meninggalkan ruang itu, tapi ditahan oleh Nata yang meraih tangannya dan berkata dalam suara rendah, “gue sayang lo, Nik”. Niki tidak menjawab dan langsung pergi . Saat itu Nata merasa dia sudah kehilangan sesuatu yang penting dalam hidupnya. Persahabatan Nata dan Niki menjadi renggang.
Suatu ketika sepulang sekolah Nata berusaha mendekati Niki, ingin mengatakan sesuatu tentang perasaannya dan Nata juga mengatakan bahwa ia tidak ingin merusak persabatannya apalagi hubungan niki dengan Oliver . Nata hanya ingin Niki tidak menjauh darinya. Niki akhirnya berani berkata bahwa dia tetap menggap Nata  sebagai sahabat dan minta maaf kalau ia tidak menerima perasaan Nata. Kadang Niki merasa kangen kepada Anna dan Nata, ia hanya bisa mengintip dari rumahnya ketika Nata bercanda ria bersama Anna di trampolin. Tempat khusus dirinya bersama Nata.
SMA Pelita akan mengadakan pesta, Niki akan menjadi pasangan Oliver. Namun , Niki terkejut dan marah ketika melihat Oliver berpasangan dengan Helena. Helena sudah merencanakan semua itu karena ia iri kepada Niki. Helena berhasil menipu Oliver dengan mengatakan bahwa ia akan mempertemukannya dengan Shasa. Oliver tega melakukan semua itu karena sangat mencintai Shasa.
Niki terkaget ketika Nata mengajaknya pulang dari tempat pesta itu. Sahabatnya datang menyelamatkannya. Nata datang tanpa sepengetahuan Niki dan diberitahu oleh Oliver bahwa ia harus menjemput Niki. Oliver sebenarnya tidak tega melakukan itu. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk mengobrol di trampolin. Mereka berdua kembali berbaikan.
Kelulusan akan segera tiba. Annalise memutuskan untuk kuliah, sementara Niki masih bingung. Nata tidak sanggup meninggalkan Niki, padahal ia sudah diterima sekolah di luar negeri. Danny tahu apa yang terjadi pada adiknya. Ia pun menasehati agar Nata mau sekolah dan tidak perlu khawatir terhadap Niki. Malamnya Nata dan Niki memutuskan untuk menghabiskan malam di atas trampolin sambil mengingat masa-masa kecilnya dulu hingga mereka berdua tertidur di atas trampolin itu. Setelah terbangun , mereka memperhatikan dua planet bersinar pagi itu, berdekatan seperti dua sahabat. Akhirnya perpisahan itu terjadi, Nata akan pergi untuk waktu yang lama.  Nata mengecup kening Niki dengan lembut, membekaskan seluruh rasa cintanya pada gadis itu.  Mereka berdua menangis dan Nata berkata dalam hati “Gue akan segera pulang dan,saat itu,gue gak akan melepaskan lo lagi”.
Setelah hampir lima tahun Nata dan Niki berpisah. Sampai suatu hari Nata pulang dan memutuskan untuk mampir ke sekolah lamanya.  Teriakan seorang guru perempuan membuat Nata ingin mencari asal suara itu. Hati Nata berdesir,terpaku dan tidak mampu bergerak ketika menemukan asal suara itu. Mereka berdua saling menatap, perempuan itu seperti ingin berseru,tapi justru hanya berbisik. Tidak ada yang berubah. Mereka masih saling memiliki;dulu,sekarang,dan selamanya.

Nilai Edukasi Dalam Cerpen Guru karya Putu Wijaya

Nilai Edukatif dalam Cerpen Guru karya Putu Wijaya
Oleh : Arif Budianto
A.    Pendahuluan
Sastra sebagai cerminan sosial budaya suatu bangsa harus diwariskan kepada generasi muda. Menurut Herfanda (2008;131) melalui Suryaman, sastra memiliki potensi yang besar untuk membawa masyarakat ke arah perubahan, termasuk perubahan karakter. Sastra dapat menjadi spirit bagi munculnya gerakan perubahan masyarakat, bahkan kebangkitan suatu bangsa ke arah yang lebih baik, penguatan rasa cinta tanah air, serta sumber inspirasi dan motivasi kekuatan moral bagi perubahan sosial budaya dari keadaaan yang terpuruk menjadi keadaan yang mandiri dan merdeka.
Karya sastra dapat dipandang sebagai bentuk dari perwujudan keinginan seorang pengarang untuk menawar, dan menyampaikan sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa pandangan tentang suatu hal, gagasan, moral atau amanat yang dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulisan sastra memiliki banyak tujuan, sastra ditulis dapat untuk menyampaikan nilai pendidikan, moral, agama dan lain sebagainya. Jadi karya sastra dapat digunakan untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, ini sesuai dengan pendekatan pragmantik.
Untuk itulah tulisan ini mencoba mengkaji dan memahami cerpen “Guru” karya putu Wijaya berdasarkan fungsinya untuk memberikan nilai-nilai edukasi bagi pembaca. Sebagaimana di atas, sastra dapat dipandang sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Pendekatan yang akan digunakan dalam mengkaji dan memahami adalah pendekatan pragmantik.

B.     Kajian teori
Suatu karya sastra diciptakan oleh manusia yang kreatif. Keberadaan sastra itu difungsikan untuk dibaca dan dipahami isinya oleh manusia. Sastrawan menulis karyanya tentu ada tujuannya, salah satu tujuannya adalah menyampaikan pesan edukasi kepada pembaca. Pembaca diberikan kebebasan untuk menafsirkan nilai-nilai apa yang ada dalam karya sastra yang dibacanya. Untuk itu perlu adanya kritik terhadap suatu karya sastra dengan menggunakan salah satu pendekatan, di antaranya dengan pendekatan pragmantik. Hal ini agar karya sastra baik berupa novel, cerpen, puisi dan lain-lainnya yang mungkin sulit dipahami isinya oleh kaum awan akan menjadi tersampaikan maksud dan tujuan dari pengarang.
Suatu karya sastra akan dinilai orang tinggi jika di dalamnya terdapat banyak nilai-nilai pendidikan moral yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai edukasi tersebut dapat dimaknai dan dipahami melalui pendekatan pragmantik. Pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya.Menurut Suryaman (2010:18) sastra tidak hanya memberikan kemenarikan dan hiburan serta mampu menanamkan dan memupuk rasa keindahan, tetapi juga mampu memberikan pencerahan mental dan intelektual. 
Untuk memahami sebuah percakapan yang memiliki konteks tertentu, kita tidak dapat hanya mengandalkan pengetahuan leksikal dan sintaksis saja, melainkan harus pula disertai dengan interpretasi pragmantik (Leech & Short. 1981:290) melalui Nurgiyantoro. Dengan menyatakan konteks pragmantiknya, makna sebuah percakapan dalam sebuah cerpen atau novel akan dapat dipahami secara penuh. Jika unsur pragmantiknya terabaikan, maka makna dari percakapan dalam sebuah cerpen atau karya sastra lainya hanya tersampaikan secara tersurat saja. Makna percakapan dalam banyak hal lebih ditentukan oleh konteks pragmantiknya, dan hal itu tidak diungkapkan langsung dengan unsur bahasa, melainkan hanya lewat kode-kode tertentu (budaya) yang seharusnya telah menjadi milik pembaca.
Demikianlah uraian singkat dasar-dasar dari pendekatan pragmantik yang akan digunakan sebagai sarana memahami cerpen “Guru” karya Putu Wijaya. Putu Wijaya adalah sastrawan ternama dan perlu pemahaman yang mendalam mengenai karya sastra yang dihasilkannya, salah satunya cerpen ini.
C.    Cara  Penelitian
            Sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen “Guru” karya Putu Wijaya. Dengan demikian, data penelitian ini berupa data verbal yang terdapat dalam cerpen yang menjelaskan hubungannya dengan nilai-nilai edukasi dalam kehidupan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pembacaan dan pencatatan. Selanjutnya data tersebut dianalisis dan dimakna sesuai dengan konteks dan dihubungkan dengan nilai edukatif yang dapat menjadi pembelajaran bagi pembaca. Analisis dilakukan melalui pendekatan pragmantik.

D.    Hasil dan Pembahasan

“Guru” merupakan judul cerpen karya Putu Wijaya. Isi atau pesan edukasi dalam cerpen ini adalah pesan edukatif dalam hal pencapaian cita-cita seorang anak hingga akhirnya ia sukses, meskipun sebelumnya keputusan menjadi guru ditentang oleh orang tuanya.

Kata “guru”   yang digunakan dalam judul cerpen ini mempunyai makna yang beragam. Guru  dalam KBBI berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Selain itu guru juga dapat dimaknai sebagai panutan yang dapat menentukan kelestarian  dan kejayaan kehidupan bangsa. Dalam cerpen ini banyak sekali mengandung nilai-nilai edukasi yang dapat bermanfaat bagi kehidupan pembaca. Inilah salah satu hal yang menarik dari cerpen ini.

Cerpen “Guru” diawali dengan kekhawatiran orang tua karena anaknya yang bernama Taksu bercita-cita menjadi guru. Bagi mereka, ini adalah malapetaka, pendapat orang tua Taksu guru masa depannya suram dan kehidupannya tidak akan sukses . kutipaan di bawah ini mempertegas gambaran di atas.

Anak saya bercita-cita menjadi guru. Tentu saja saya dan istri saya jadi shok. Kami berdua tahu, macam apa masa depan seorang guru. Karena itu, sebelum terlalu jauh, kami cepat-cepat ngajak dia ngomong...

"Taksu, dengar baik-baik. Bapak hanya bicara satu kali saja. Setelah itu terserah kamu! Menjadi guru itu bukan cita-cita. Itu spanduk di jalan kumuh di desa. Kita hidup di kota. Dan ini era milenium ketiga yang diwarnai oleh globalisasi, alias persaingan bebas. Di masa sekarang ini tidak ada orang yang mau jadi guru. Semua guru itu dilnya jadi guru karena terpaksa, karena mereka gagal meraih yang lain. Mereka jadi guru asal tidak nganggur saja. Ngerti? Setiap kali kalau ada kesempatan, mereka akan loncat ngambil yang lebih menguntungkan. Ngapain jadi guru, mau mati berdiri? Kamu kan bukan orang yang gagal, kenapa kamu jadi putus asa begitu?!"

"Tapi saya mau jadi guru."

Suasana awal yang membuka cerita di atas mau tidak mau akan membuat pembaca membayangkan peristiwa apa yang kemudian terjadi. Ketidakmauan tokoh Taksu menuruti kemauan orang tuanya membuat pembaca ikut berpikir sebenarnya apa sebab dari penolakan Taksu. Mengapa ia sangat mempertahankan cita-citanya itu? Inilah yang kemudian menarik perhatian pembaca. Di sini tokoh orang tua dari Taksu sangat memaksakan kehendak, bahkan berbagai cara dilakukan untuk membuat anaknya merubah cita-citanya.

"Kenapa? Apa nggak ada pekerjaan lain? Kamu tahu, hidup guru itu seperti apa? Guru itu hanya sepeda tua. Ditawar-tawarkan sebagai besi rongsokan pun tidak ada yang mau beli. Hidupnya kejepit. Tugas seabrek-abrek, tetapi duit nol besar. Lihat mana ada guru yang naik Jaguar. Rumahnya saja rata-rata kontrakan dalam gang kumuh. Di desa juga guru hidupnya bukan dari mengajar tapi dari tani. Karena profesi guru itu gersang, boro-boro sebagai cita-cita, buat ongkos jalan saja kurang. Cita-cita itu harus tinggi, Taksu. Masak jadi guru? Itu cita-cita sepele banget, itu namanya menghina orang tua. Masak kamu tidak tahu? Mana ada guru yang punya rumah bertingkat. Tidak ada guru yang punya deposito dollar. Guru itu tidak punya masa depan. Dunianya suram. Kita tidur, dia masih saja utak-atik menyiapkan bahan pelajaran atau memeriksa PR. Kenapa kamu bodoh sekali mau masuk neraka, padahal kamu masih muda, otak kamu encer, dan biaya untuk sekolah sudah kami siapkan. Coba pikir lagi dengan tenang dengan otak dingin!"

"Sudah saya pikir masak-masak."
Saya terkejut.
"Pikirkan sekali lagi! Bapak kasi waktu satu bulan!"
Taksu menggeleng.
"Dikasih waktu satu tahun pun hasilnya sama, Pak. Saya ingin jadi guru."

Kutipan di atas jelas sekali mengungkapkan bahwa ayah Taksu membeberkan semua unek-uneknya agar anaknya berubah pikiran. Namun, Taksu tetap pada pendiriannya. Inilah salah satu nilai edukasi yang dapat dipetik dari cerpen ini, bahwa hidup seharusnya tidak seperti air di atas daun talas. Taksu bersikeras sampai kapanpun ia tetap pada pendiriannya, ia ingin menjadi guru. Bahkan suatu hari ketika orangtuanya mendatangi tempat kos Taksu dengan membawa makanan kesukaannya dan juga laptop baru, Taksu masih dengan pendiriannya yaitu tetap ingin mewujudkan cita-cita mulia tersebut.
"Taksu! Kamu mau jadi guru pasti karena kamu terpengaruh oleh puji-pujian orang-orang pada guru itu ya?!" damprat istri saya. "Mentang-mentang mereka bilang, guru pahlawan, guru itu berbakti kepada nusa dan bangsa. Ahh! Itu bohong semua! Itu bahasa pemerintah! Apa kamu pikir betul guru itu yang sudah menyebabkan orang jadi pinter? Apa kamu tidak baca di koran, banyak guru-guru yang brengsek dan bejat sekarang? Ah?"

Taksu sudah paham perihal bagaimana prinsip seorang guru, oleh sebab  itulah ia tidak mau menuruti nasehat orang tunya. Meskipun ia dimarahi kedua orang tuanya, Taksu tetap tenang, ia tidak mau membantah setiap kata-kata yang keluar dari mulut orang tunya. Taksu sangat menghormati kedua orang tunya. Inilah nilai edukasi lain yang terdapat dalam cerpen ini, sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Taksu tetap pada pendiriannya namun tetap dengan cara yang halus. Meskipun berbeda pendapat dengan orang tuanya, Taksu tetap menghormati keputusan orang tuanya tanpa membantah dengan perkataan yang tidak wajar atau tidak sopan.
"Kamu kan bukan jenis orang yang suka dipuji kan? Kamu sendiri bilang apa gunanya puji-pujian, yang penting adalah sesuatu yang konkret. Yang konkret itu adalah duit, Taksu. Jangan kamu takut dituduh materialistis. Siapa bilang meterialistik itu jelek. Itu kan kata mereka yang tidak punya duit. Karena tidak mampu cari duit mereka lalu memaki-maki duit. Mana mungkin kamu bisa hidup tanpa duit? Yang bener saja. Kita hidup perlu materi. Guru itu pekerjaan yang anti pada materi, buat apa kamu menghabiskan hidup kamu untuk sesuatu yang tidak berguna? Paham?"

Taksu mengangguk.
"Paham. Tapi apa salahnya jadi guru?"

Setiap pertanyaan yang diajukan kepada Taksu, selalu ia jawab dengan dingin dan tenang. Seperti “paham, tapi apa salahnya jadi guru?” Kalimat tersebut menggambarkan bagaimana sikap yang seharusnya dilakukan seorang anak jika keinginannya ditentang orang tuanya. ‘jadi guru. Kan sudah saya bilang berkali-kali?’’ Masih dengan kalimat yang santun ia menjawab pertanyaan yang selalu muncul dari orang tunya. Berikut ini kutipan yang mempertegas gambaran di atas.
"Tiga bulan Bapak rasa sudah cukup lama buat kamu untuk memutuskan. Jadi, singkat kata saja, mau jadi apa kamu sebenarnya?"
           
Taksu memandang saya.
"Jadi guru. Kan sudah saya bilang berkali-kali?"

Melalui tokoh Taksu, Putu Wijaya juga menggambarkan bagaimana seharusnya watak dan sikap yang harus dimiliki jika manusia ingin menjadi pemimpin atau panutan, yaitu tidak mudah tergoda dengan materi atau sogokan lainnya. Taksu tetaplah Taksu, ia adalah manusia yang teguh pada pendiriannya. Usaha apapun yang dilakukan kedua orang tunya tidak mempan baginya. Bahkan ketika ayahnya datang dengan membawa hadiah mobil mewah, Taksu tetapa menolak keinginan orang tuanya.

Lalu saya letakkan kembali kunci itu di depan hidungnya. Taksu berpikir. Kemudian saya bersorak gegap gembira di dalam hati, karena ia memungut kunci itu lagi.
           
"Terima kasih, Pak. Bapak sudah memperhatikan saya. Dengan sesungguh-sungguhnya, saya hormat atas perhatian Bapak."
Sembari berkata itu, Taksu menarik tangan saya, lalu di atas telapak tangan saya ditaruhnya kembali kunci mobil itu.

"Saya ingin jadi guru. Maaf."

Ayahnya pun  mengancam akan menghentikan uang kiriman bulanan. Namun Taksu masih dengan pendiriannya. Hingga akhirnya membuat ayahnya marah dan mengancam akan membunuh Taksu. Taksu sungguh merupakan gambaran seorang yang memiliki hati luhur dan sederhana. Manusia yang mempunyai prinsip hidup yang jelas.
"Aku bunuh kau, kalau kau masih saja tetap mau jadi guru."

Taksu menatap saya.
"Apa?"

"Kalau kamu tetap saja mau jadi guru, aku bunuh kau sekarang juga!!" teriak saya kalap.
Taksu balas memandang saya tajam.

"Bapak tidak akan bisa membunuh saya."
"Tidak? Kenapa tidak?"

"Sebab guru tidak bisa dibunuh. Jasadnya mungkin saja bisa busuk lalu lenyap. Tapi apa yang diajarkannya tetap tertinggal abadi. Bahkan bertumbuh, berkembang dan memberi inspirasi kepada generasi di masa yang akan datang. Guru tidak bisa mati, Pak."...

"O… jadi narkoba itu yang sudah menyebabkan kamu mau jadi guru?"

"Ya! Itu sebabnya saya ingin jadi guru, sebab saya tidak mau mati."

Itulah guru yang sejati. Putu Wijaya mengungkapkan isi pikirannya memalui tokoh Taksu dengan dialognya yang sedikit namun tajam dimata pembaca. Ilmu yang diajarkan guru akan tetap abadi meskipun sang guru jasadnya telah tiada. Ungkapan tersebut jelas merupakan suatu nilai edukasi yang dapat menjadi pembelajaran bagi manusia, bahwa hidup tidaklah terlalu memikirkan materi tetapi lebih berpikir tentang apa yang telah diberikan kepada sesama. Secara tidak langsung tokoh Taksu juga menggambarkan nilai religiositas. Taksu dengan kepribadiannya tersebut meyakini bahwa ia pasti mati dan kembali pada Tuhan yang Maha Kuasa, namun ada hal yang tetap hidup dan sudah diberikannya kepada sesama yaitu ilmu. Ilmu datangnya dari Tuhan dan untuk manusialah ilmu itu anugerahkan. Hal ini tersirat dalam kutipan di atas.
Kehidupan duniawi akan terasa indah jika manusia dapat memberikan sesuatu yang berharga bagi manusia lainnya yaitu ilmu. Ilmu sangatlah penting dalam kehidupan manusia, itulah yang berusaha digambarkan Putu Wijaya melalui cerpen ini. Guru melalui ilmunya akan tetap abadi dan bahkan bisa berkembang dan memberi inspirasi bagi generasi yang akan membawa bangsa ini menuju kesuksesan.
Taksu akhirnya memilih hidupnya sendiri, ia pergi dan hidup dengan caranya sendiri. Sementara kedua orang tuanya terkejut dengan keputusan anaknya. Taksu hanya meninggalkan secarik kertas yang ia sobek dari buku hariannya. Isinya “ maaf, tolong relakan saya menjadi guru”.  Di sini Putu Wijaya mencoba mencari solusi atas konflik anak dan orang tua tersebut. Konflik tesebutlah yang menjadikan kedua orang tua Taksu sadar akan keputusan anaknya tersebut dan mereka sadar bahwa cara memperlakukan keinginan Taksu adalah salah. Dengan usaha yang pantang menyerah, akhirnya Taksu pulang dengan menjadi seorang guru yang sukses dan ia tanpa sedikit pun melupkan orang tuanya. Taksu pergi bukan karena benci kepada orang tuanya, tapi lebih kepada bagaimana ia menggapai cita-cita mulia tersebut.
Waktu telah memproses segalanya begitu rupa, sehingga semuanya di luar dugaan. Sekarang Taksu sudah menggantikan hidup saya memikul beban keluarga. Ia menjadi salah seorang pengusaha besar yang mengimpor barang-barang mewah dan mengekspor barang-barang kerajinan serta ikan segar ke berbagai wilayah mancanegara.

"Ia seorang guru bagi sekitar 10.000 orang pegawainya. Guru juga bagi anak-anak muda lain yang menjadi adik generasinya. Bahkan guru bagi bangsa dan negara, karena jasa-jasanya menularkan etos kerja," ucap promotor ketika Taksu mendapat gelar doktor honoris causa dari sebuah pergurauan tinggi bergengsi.

Tujuan hidup seorang anak memang menjadi hal yang utama bagi orang tua. Namun, bukankah seharusnya orang tua itu selalu mendukung keputusan anaknya jika keputusan itu adalah hal mulia yang dipilih dan diyakini sang anak. Di cerpen ini ada nilai edukasi lain yang dapat diambil yaitu tugas orang tua bukanlah menentukan jalan apa yang harus dipilih sang anak tetapi mendukung, mengarahkan dan mengawasi jalan pilihan sang anak adalah hal penting dan utama  dari tugas orang tua. Dengan catatan, selama pilihan hidup sang anak masih sesuia dengan norma-norma kebaikan.

E.     Penutup
Melalui cerpen “Guru”, Putu Wijaya berusaha menggambarkan perjalanan kehidupan manusia dengan usaha dan keteguhan dalam berpendirian. Semua tuduhan yang dilontarkan kedua orang tua Taksu tentang masa depan guru mungkin ada benarnya benar. Tetapi guru tetaplah guru yang selalu hidup karena ilmu yang diajarkan. Inilah yang digambarkan pengarang melalui tokoh Taksu dengan dialog-dialognya yang sederhana dan mengena di hati pembaca.
            Karya sastra dapat dipandang sebagai bentuk dari perwujudan keinginan seorang pengarang untuk menawar, dan menyampaikan sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa pandangan tentang suatu hal, gagasan, moral atau amanat yang dapat bermanfaat bagi pembaca. Hal inilah yang coba dilakukan oleh Putu Wijaya dalam cerpen “Guru” ini. Namun demikian, tulisan di atas hanya sedikit penafsiran mengenai cerpen “Guru”, masih ada kemungkinan penafsiran lain yang bisa dilakukan.

Daftar Pustaka
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Siswoyo, Dwi, Sidharto, Suryati, Sulistyono, T, dkk. 2008. Ilmu pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.
Suryaman, Maman. 2010. Diktat Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Sastra. Yogyakarta: Jurusan PBSI. FBS.UNY
Wiyatmi.2009. Pengantar Kajian Sastra. Yogayakarta: Pustaka Book Publisher.