Haji Abdul setiap hari selalu mengucap syukur kepada Allah atas semua nikmat yang ia terima. Tetapi ada satu keinginan yang belum dikabulkan yaitu istrinya hamil lagi. Haji Abdul telah mempunyai anak yang bernama Midah. Cantik parasnya. Setiap hari selalu dimanja. Sampai ketika umur Midah 9 tahun lebih, Midah mulai dicampakkan orang tuanya. Midah telah mempunyai adik yang banyak dan perhatian orang tuanya hanya kepada adik-adiknya. Midah bosan dan sering keluar rumah sampai petang. Orang tuanya tidak ada yang menegur atas perbuatan tersebut. Hal ini semakin membetahkan Midah untuk berkeliaran di luar rumah. Di jalanan Midah tergila-gila terhadap pengamen jalanan yang menyayikan lagu keroncong. Selama ini Midah hanya sering mendengarkan lagu-lagu Umi Kulsum faforit ayahnya.
Suatu hari Midah membeli beberapa keping piringan hitam yang berisi lagu-lagu keroncong. Namun sayang, ketika suatu hari Midah sedang bernyayi dengan asyiknya Haji Abdul mengetahui. Lagu itu haram bagi ayah Midah, piringan hitam yang Midah beli dihancurkan ayahnya. Midah ditampar dan dimarahi. Ibunya pun hanya diam, untung masih ada pembantu yang melindungi Midah.
Kini saatnya Midah untuk menikah, ayahnya telah menentukan calon suaminya yaitu Haji Terbus dari cibatok. Setelah menikah tiga bulan, Midah melarikan diri dari rumah suaminya. Midah kecewa karena Haji Terbus ternyata memiliki istri banyak. Midah pergi berlindung dirumah bekas pembantunya yaitu Riah. Selanjutnya Midah mengembara dijalanan bersama pengamen keroncong. Di sini Midah mendapat julukan Si Manis. Midah sehari-harinya tinggal juga bersama gerombolan pengamen. Midah hanya pasrah dan semua pekerjaannya dilandasi rasa cinta pada anak yang dikandungnya. Sampai ketika Midah melahirkan, tidak ada satu pun dari gerombolan pengamen yang menemaninya. Di rumah sakit Midah tidak mau mengatakan siapa bapak dari bayinya. Nama pun belum juga ia berikan.
Midah kembali ke gerombolan pengamen yang dulu bersamanya, tetapi sambutan kurang sedap diterimanya. Bayinya dihina oleh seorang wanita dari salah satu pengamen tersebut. Midah marah, baginya bayi itu tidak ada salah sedikit pun. Suatu hari midah dan gerombolan pengamen bertemu dengan seorang polisi lalulintas bernama Ahmad. Polisi tersebut menawarkan bantuan bahwa mereka akan bisa bernyayi di radio. Tetapi tawaran tersebut tidak kunjung datang. Midah sudah mengganti beberapa giginya dngan gigi emas, namun sayang akhirnya Midah diusir dari rombongan.
Sementara itu, Haji Abdul jatuh miskin. Apalagi setelah mendengar kabar bahwa Midah menjadi pengamen jalanan. Haji Abdul jatuh sakit karena kelelahan mencari Midah sepanjang hari. Nyonya Abdul akhirnya melapor polisi. Setelah sedikit sembuh Haji Abdul kembali pulang ke rumahnya. Kini ia berubah menjadi orang yang kecil dalam hubungan segala-galanya.
Si Manis alias Midah ternyata pindah ke Jatinegara, ia tidak mau tinggal di jantung kota karena takut akan dicari orang tuanya. Di sini Si Manis mengamen dengan menggendong anaknya. Suatu hari ia bertemu dengan polisi yang dulu menawarkan bantuan. Si Manis diajak menginap di rumah polisi itu. Tidak ada rasa curiga dalam hati Si Manis terhadap polisi itu, terlebih ketika polisi itu mengundang teman-temannya untuk acara sedekahan dalam rangka memberi nama anak Si Manis. Rodjali nama anaknya. Polisi itu sangat baik dan selalu mengajari Si Manis untuk bernyayi. Midah jatuh cinta pada polisi tersebut, hingga akhirnya ia terjebak dalam hawa nafsu.
Nyonya Abdul mendapat kabar bahwa anaknya menjadi penyayi radio yang terkenal. Dengan bangtuan tetangganya ia pergi ke tempat tinggal Midah. Namun yang didapati hanya seorang nyoya rumah dan anak kecil yang tidak terurus. Nyoya Abdul kemudian membawa anak itu ke rumahnya setelah mendengar penjelasan dari nyonya rumah bahwa itu cucunya. Di rumah Djali sangat dimanjakan tubuhnya kembali gemuk. Haji Abdul juga senang dengan anak itu.
Suatu malam Midah atau Si Manis meminta tanggung jawab kepada Ahmad. Si Manis hamil. Tetapi jawaban menyakitkan datang dari mulut Ahmad. Ahmad tidak mau mengakuinya. Kejadian itu membuat Si Manis sadar bahwa Ahmad lelaki pengecut. Setelah sampai di rumah Midah menceritakan semuanya kepada nyonya rumah, sungguh menyakitkan Midah malah di usir. Midah dianggap telah menjebak Ahmad.
Akhirnya Midah pulang ke rumah orang tuanya, ia menceritakan semua kejadian yang menimpanya. Tetapi Midah tidak mau menyebutkan siapa lelaki yang telah menghamilinya. Haji Abdul hanya pasrah dan berdo’a setiap harinya. Terkadang ketika keluar sindiran dari tetangga terhadap nasib yang menimpa anaknya. Haji Abdul mengatakan, saudara ini kenal satu sama lain, tapi tidak dengan dirinya sendiri.
Haji Abdul kini dianggap sebagainorang pintar, banyak orang yang datang meminta berkah. Melihat hal itu, Midah ingin pergi meninggalkan orang tua dan Djali. Midah tidak mau merusak nama baik ayahnya karena nasib yang menimpanya. Suatu hari Midah berpamitan kepada ibunya, meskipun melarang Midah tetap ingin pergi tanpa sepengetahuan ayahnya. Bagi Midah anak yang dikandungnya adalah anak yang lahir dari cinta, bukan ketika ia harus mengandung dari benih Haji Terbus.
Setelah melahirkan anak keduanya. Midah dengan anak yang digendongnya terus mencari pekerjaan. Setelah beberapa bulan lamanya nama Si Manis Bergigi Emas tidak pernah terdengar lagi, kini nama itu kembali terkenal. Midah menjadi penyayi sekaligus pelacur. Midah tidak lagi memikirkan dosa. Setelah radio menjadi ajang ketenarannya, Midah merambah ke dunia film. Kemanisannya mengagumkan ratusan ribu orang.
Tetapi selain bapak dan ibu serta dirinya, tidak ada seorang pun di dunia pernah mencoba mengetahui apa sesungguhnya yang terjadi dalam jiwa Midah. Midah telah lenyap sebagai wanita.
Pada
tahun 1927 saya berangkat ke tanah suci. Di Mekah saya menumpang di penginapan
milik seorang Syeikh. Saya berkenalan dengan orang yang sangat baik dan rajin
beribadah, ia adalah Hamid. Mulai saat itu saya sangat dekat dengan Hamid,
tetapi setelah ia bertemu dengan sahabatnya yang bernama Shalleh, Hamid seolah
berubah tidak seperti biasanya.Sebagai sahabat saya memberanikan diri untuk
bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Akhirnya ia mau
menceritakan kepada saya. Mulailah Hamid bercerita, sejak umur 4 tahun ayah
Hamid sudah meninggal. Kehidupan Hamid dan ibunyamelarat, tetapi ibunya sangat
menginginkan Hamid bersekolah yang tinggi.
Sudah
waktunya Hamid untuk sekolah, tetapi ibunya tidak mempunyai biaya. Setiap hari
Hamid berjualan kue, Sampai suatu ketika Hamid mendapat berkah dari seorang
hartawan. Hartawan itu adalah keluarga Engku haji Jaffar dan istrinya Mak
Aisyah. Engku Haji Jaffar akan meyekolahkan Hamid bersama dengan anak
kandungnya satu-satunya yang bernama Zainab. Hamid dan Zainab sudah seperti
kakak beradik, mereka selalu bersama hingga tamat MULO. Sejak saat itu mereka berpisah, Zainab sudah dipingit
keluarganya dan Hamid melanjutkan sekolahnya ke Padang Panjang.
Hamid
merasa kesepian dan pikirannya selalu tertuju pada Zainab. Hamid jatuh cinta
pada Zainab, tetapi ia selalu sadar diri. Cobaan yang tidak disangka-sangka
datang, Engku Haji Jaffar meninggal dunia, tentu ini akan berakibat pada
hubungan Hamid dengan keluarga Zainab. Musibah datang lagi, Ibu Hamid sakit
keras dan Hamid harus selalu menunggunya. Ibu Hamid menanyakan tentang perasaan
Hamid kepada Zainab dan Hamid menceritakan yang sebenarnya. Ibu Hamid masih sempat
memberi nasihat waktu itu. Namun, ibunya
akhirnya menggal dunia. Cobaan berikutnya, Mak Aisyah meminta Hamid untuk
membujuk Zainab untuk mau menikah dengan kemenakan ayahnya, ini masalah yang
berat, pekerjaan yang berlawanan dengan keinginan hati Hamid. Ternyata Zainab
belum mau kawin.
Hamid
memutuskan untuk pergi meninggalkan Padang. Hamid hanya mengirim surat kepada
Zainab agar ia mau menuruti apa kehendak ibunya demi rasa berbaktinya kepada
orang tua dan menitip pesan bila kelak Zinab jadi menikah jadilah istri yang
setia serta sampaikan salam untuk suaminya. Hamid kemudian pergi mengembara
hingga sampai di bawah lindungan Ka`bah yang suci, terpisah dari pergaulan
manusia yang lain. Di sinilah Hamid selalu tafakur memohon kepada Tuhan seru
sekalian alam, supaya diberi kesabaran dan keteguhan hati menghadapi hidup.
Setelah
setahun di Mekah dan waktu haji sudah datang. Tanpa disangka Hamid bertemu
teman lamanya yang bernama Shalleh, teman sekolah di Padang dan Padang Panjang. Shalleh membawa kabar tentang Zainab, karena
istrinya sahabat karib Zainab. Shalleh menceritakan kepada Hamid bahwa selama
ini Zainab memiliki perasaan yang sama seperti Hamid. Ini membuat hati hamid
sedih tapi setidaknya sekarang barulah Hamid tahu dirinya ada harganya
untuk hidup, sebab ada orang yang
mencintai Hamid, yaitu orang yang Hamid cintai.Kemudian
Salleh mengirimkan sepucuk surat untuk istrinya Rosnah menerangkan pertemuannya
dengan Hamid. Surat balasannya ternyata mengabarkan bahwa Zainab sakit parah,
dan harapan Zainab untuk bertemu dengan Hamid, meskipun Zainab merasa tidak
mungkin untuk bertemu Hamid karena sakitnya yang parah.
Hamid
menjadi sering termenung dan Hamid mulai sakit-sakitan. Tetapi karena akan
melaksanakan wukuf yang wajib dilaksanakan. Hamid melaksanakan rukun itu. Penyakit
Hamid rupanya bertambah berat. Datanglah sebuah surat dari Rosnah istri
Shalleh, Shalleh sempat tidak tega mengabarkan isinya kepada Hamid, tetapi ia
harus menyampaikannya. Zainab telah meninggal. Mendengar berita itu, Hamid
menarik nafas panjang, mengelurkan airmata yang panas.
Dengan
bantuan orang badui, hamid melakukan tawaf keliling ka’bah tujuh kali. Di
antara pintu Ka`bah dengan batu hitam, di tempat yang bernama Maltezam, tempat
segala doa yang makbul. Hamid berdoa dengan khusuk. Saya melihat tanda-tanda
kematian sudah dekat. Setelah itu suaranya tidak kedengaran lagi, di mukanya
terbayang suatu cahaya muka yang jernih dan damai, cahaya keridhaan Ilahi.
Hamid meninggal atas izin Tuhannya, di bawah lindungan Ka’bah. Saya dan Shalleh
melakukan tawaf keliling Ka`bah " Tawaf Wida" yang artinya tawaf
selamat berpisah. Setelah itu Shalleh pergi ke Mesir dan saya pulang ke tanah
air.
Nata
dan Niki adalah dua orang sahabat yang selalu bersama-sama menatap bintang di
atas trampolin dan itu hampir menjadi rutinitas. Setiap Niki bertanya tentang
siapa yang lebih dulu jatuh cinta di antara mereka berdua, Nata selalu menjawab
“kamu”. Di sekolah Niki dan Nata
mempunyai sahabat yang bernama Annalise (Anna) pindahan dari New York. Anna
merupakan anak tunggal dari model terkenal Vidia Rossa. Mereka bertiga menjadi
sahabat erat. Ternyata Anna menaruh rasa sayang kepada Nata. Di sisi lain Nata
pun merasakan ada yang berubah dari diri seorang Niki.
Suatu
hari Niki diajak berkenalan oleh kapten basket dari lawan SMA nya. Oliver anak
terkenal dari SMA Pelita. Niki pun menjadi gugup ketika suatu hari Oliver
mengajaknya jalan-jalan dan menyatakan rasa cintanya pada NiKi. Seketika itu
Niki merasa betapa senangnya mempunyai pacar dan langsung menceritakan kepada
Nata dan Anna. Nata terkejut dan mengatakan bahwa Oliver tidak pantas menjadi
pacar Niki. Nata berkata dalam hatinya bahwa dia yang lebih dulu jatuh cinta.
Anna
mengajak Nata dan Niki ke rumahnya untuk memilih koleksi-koleksi fotonya. Niki
menemukan kumpulan foto-foto Nata yang secara diam-diam disimpan oleh Anna. Nata
memberanikan diri bertanya tentang foto itu. Anna pun mengatakan bahwa dia
sayang kepada Nata. Anna lalu cepat mengatakan bahwa tidak perlu ada jawaban
dari Nata karena ia sudah tahu jawabannya. Nata menjadi lega dan berkata bahwa
ini baru pertama kalinya ada cewek yang menyatakan langsung perasaaannya
kepadanya.
Suatu
hari Niki masuk ke kamar Nata dan secara tidak sengaja membaca lagu-lagu
ciptaan Nata, tapi ada hal yang membuatnya lemas ketika ia membaca tulisan
tentang perasaan Nata kepadanya . Nata mengetahuinya dan Niki ingin
meninggalkan ruang itu, tapi ditahan oleh Nata yang meraih tangannya dan
berkata dalam suara rendah, “gue sayang lo, Nik”. Niki tidak menjawab dan langsung
pergi . Saat itu Nata merasa dia sudah kehilangan sesuatu yang penting dalam
hidupnya. Persahabatan Nata dan Niki menjadi renggang.
Suatu
ketika sepulang sekolah Nata berusaha mendekati Niki, ingin mengatakan sesuatu
tentang perasaannya dan Nata juga mengatakan bahwa ia tidak ingin merusak
persabatannya apalagi hubungan niki dengan Oliver . Nata hanya ingin Niki tidak
menjauh darinya. Niki akhirnya berani berkata bahwa dia tetap menggap Nata sebagai sahabat dan minta maaf kalau ia tidak
menerima perasaan Nata. Kadang Niki merasa kangen kepada Anna dan Nata, ia
hanya bisa mengintip dari rumahnya ketika Nata bercanda ria bersama Anna di
trampolin. Tempat khusus dirinya bersama Nata.
SMA
Pelita akan mengadakan pesta, Niki akan menjadi pasangan Oliver. Namun , Niki terkejut
dan marah ketika melihat Oliver berpasangan dengan Helena. Helena sudah
merencanakan semua itu karena ia iri kepada Niki. Helena berhasil menipu Oliver
dengan mengatakan bahwa ia akan mempertemukannya dengan Shasa. Oliver tega
melakukan semua itu karena sangat mencintai Shasa.
Niki
terkaget ketika Nata mengajaknya pulang dari tempat pesta itu. Sahabatnya
datang menyelamatkannya. Nata datang tanpa sepengetahuan Niki dan diberitahu
oleh Oliver bahwa ia harus menjemput Niki. Oliver sebenarnya tidak tega
melakukan itu. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk mengobrol di trampolin.
Mereka berdua kembali berbaikan.
Kelulusan
akan segera tiba. Annalise memutuskan untuk kuliah, sementara Niki masih
bingung. Nata tidak sanggup meninggalkan Niki, padahal ia sudah diterima
sekolah di luar negeri. Danny tahu apa yang terjadi pada adiknya. Ia pun
menasehati agar Nata mau sekolah dan tidak perlu khawatir terhadap Niki. Malamnya
Nata dan Niki memutuskan untuk menghabiskan malam di atas trampolin sambil
mengingat masa-masa kecilnya dulu hingga mereka berdua tertidur di atas
trampolin itu. Setelah terbangun , mereka memperhatikan dua planet bersinar
pagi itu, berdekatan seperti dua sahabat. Akhirnya perpisahan itu terjadi, Nata
akan pergi untuk waktu yang lama.Nata
mengecup kening Niki dengan lembut, membekaskan seluruh rasa cintanya pada
gadis itu.Mereka berdua menangis dan
Nata berkata dalam hati “Gue akan segera pulang dan,saat itu,gue gak akan
melepaskan lo lagi”.
Setelah
hampir lima tahun Nata dan Niki berpisah. Sampai suatu hari Nata pulang dan
memutuskan untuk mampir ke sekolah lamanya.Teriakan seorang guru perempuan membuat Nata ingin mencari asal suara
itu. Hati Nata berdesir,terpaku dan tidak mampu bergerak ketika menemukan asal
suara itu. Mereka berdua saling menatap, perempuan itu seperti ingin
berseru,tapi justru hanya berbisik. Tidak ada yang berubah. Mereka masih saling
memiliki;dulu,sekarang,dan selamanya.
Nilai Edukatif dalam Cerpen Guru karya Putu Wijaya
Oleh : Arif Budianto
A.Pendahuluan
Sastra sebagai cerminan sosial budaya suatu bangsa harus diwariskan
kepada generasi muda. Menurut Herfanda (2008;131) melalui Suryaman, sastra
memiliki potensi yang besar untuk membawa masyarakat ke arah perubahan,
termasuk perubahan karakter. Sastra dapat menjadi spirit bagi munculnya gerakan
perubahan masyarakat, bahkan kebangkitan suatu bangsa ke arah yang lebih baik,
penguatan rasa cinta tanah air, serta sumber inspirasi dan motivasi kekuatan
moral bagi perubahan sosial budaya dari keadaaan yang terpuruk menjadi keadaan
yang mandiri dan merdeka.
Karya sastra dapat dipandang sebagai bentuk dari perwujudan
keinginan seorang pengarang untuk menawar, dan menyampaikan sesuatu. Sesuatu
itu dapat berupa pandangan tentang suatu hal, gagasan, moral atau amanat yang
dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulisan sastra memiliki banyak tujuan, sastra
ditulis dapat untuk menyampaikan nilai pendidikan, moral, agama dan lain
sebagainya. Jadi karya sastra dapat digunakan untuk menyampaikan tujuan
tertentu kepada pembaca, ini sesuai dengan pendekatan pragmantik.
Untuk itulah tulisan ini mencoba mengkaji dan memahami cerpen “Guru”
karya putu Wijayaberdasarkan
fungsinya untuk memberikan nilai-nilai edukasi bagi pembaca. Sebagaimana di
atas, sastra dapat dipandang sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu
kepada pembaca. Pendekatan yang akan digunakan dalam mengkaji dan memahami
adalah pendekatan pragmantik.
B.Kajian
teori
Suatu karya sastra diciptakan oleh manusia yang kreatif. Keberadaan
sastra itu difungsikan untuk dibaca dan dipahami isinya oleh manusia. Sastrawan
menulis karyanya tentu ada tujuannya, salah satu tujuannya adalah menyampaikan
pesan edukasi kepada pembaca. Pembaca diberikan kebebasan untuk menafsirkan
nilai-nilai apa yang ada dalam karya sastra yang dibacanya. Untuk itu perlu
adanya kritik terhadap suatu karya sastra dengan menggunakan salah satu
pendekatan, di antaranya dengan pendekatan pragmantik. Hal ini agar karya
sastra baik berupa novel, cerpen, puisi dan lain-lainnya yang mungkin sulit
dipahami isinya oleh kaum awan akan menjadi tersampaikan maksud dan tujuan dari
pengarang.
Suatu karya sastra akan dinilai orang tinggi jika di dalamnya
terdapat banyak nilai-nilai pendidikan moral yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai
edukasi tersebut dapat dimaknai dan dipahami melalui pendekatan pragmantik.
Pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk
memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya.Menurut
Suryaman (2010:18) sastra tidak hanya memberikan kemenarikan dan hiburan serta
mampu menanamkan dan memupuk rasa keindahan, tetapi juga mampu memberikan
pencerahan mental dan intelektual.
Untuk memahami sebuah percakapan yang memiliki konteks tertentu,
kita tidak dapat hanya mengandalkan pengetahuan leksikal dan sintaksis saja,
melainkan harus pula disertai dengan interpretasi pragmantik (Leech &
Short. 1981:290) melalui Nurgiyantoro. Dengan menyatakan konteks pragmantiknya,
makna sebuah percakapan dalam sebuah cerpen atau novel akan dapat dipahami
secara penuh. Jika unsur pragmantiknya terabaikan, maka makna dari percakapan
dalam sebuah cerpen atau karya sastra lainya hanya tersampaikan secara tersurat
saja. Makna percakapan dalam banyak hal lebih ditentukan oleh konteks
pragmantiknya, dan hal itu tidak diungkapkan langsung dengan unsur bahasa,
melainkan hanya lewat kode-kode tertentu (budaya) yang seharusnya telah menjadi
milik pembaca.
Demikianlah
uraian singkat dasar-dasar
dari pendekatan pragmantik yang akan digunakan sebagai sarana memahami cerpen
“Guru” karya Putu Wijaya. Putu
Wijaya adalah sastrawan ternama dan perlu pemahaman yang mendalam mengenai
karya sastra yang dihasilkannya, salah satunya cerpen ini.
C.CaraPenelitian
Sumber data
dalam penelitian ini adalah cerpen “Guru” karya Putu Wijaya. Dengan demikian, data penelitian ini berupa data
verbal yang terdapat dalam cerpen yang menjelaskan
hubungannya dengan nilai-nilai edukasi dalam kehidupan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pembacaan dan
pencatatan. Selanjutnya data tersebut dianalisis dan dimakna sesuai dengan konteks
dan dihubungkan dengan nilai edukatif yang dapat menjadi
pembelajaran bagi pembaca. Analisis dilakukan melalui pendekatan pragmantik.
D.Hasil dan
Pembahasan
“Guru” merupakan
judul cerpen karya Putu Wijaya. Isi atau pesan edukasi dalam cerpen ini adalah
pesan edukatif dalam hal pencapaian cita-cita seorang anak hingga akhirnya ia
sukses, meskipun sebelumnya keputusan menjadi guru ditentang oleh orang tuanya.
Kata “guru”yang digunakan dalam judul cerpen ini
mempunyai makna yang beragam. Guru dalam
KBBI berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.
Selain itu guru juga dapat dimaknai sebagai panutan yang dapat menentukan
kelestariandan kejayaan kehidupan
bangsa. Dalam cerpen ini banyak sekali mengandung nilai-nilai edukasi yang
dapat bermanfaat bagi kehidupan pembaca. Inilah salah satu hal yang menarik
dari cerpen ini.
Cerpen “Guru”
diawali dengan kekhawatiran orang tua karena anaknya yang bernama Taksu
bercita-cita menjadi guru. Bagi mereka, ini adalah malapetaka, pendapat orang
tua Taksu guru masa depannya suram dan kehidupannya tidak akan sukses .
kutipaan di bawah ini mempertegas gambaran di atas.
Anak saya bercita-cita menjadi guru. Tentu saja
saya dan istri saya jadi shok. Kami berdua tahu, macam apa masa depan seorang
guru. Karena itu, sebelum terlalu jauh, kami cepat-cepat ngajak dia ngomong...
"Taksu, dengar baik-baik. Bapak hanya bicara
satu kali saja. Setelah itu terserah kamu! Menjadi guru itu bukan cita-cita.
Itu spanduk di jalan kumuh di desa. Kita hidup di kota. Dan ini era milenium
ketiga yang diwarnai oleh globalisasi, alias persaingan bebas. Di masa sekarang
ini tidak ada orang yang mau jadi guru. Semua guru itu dilnya jadi guru karena
terpaksa, karena mereka gagal meraih yang lain. Mereka jadi guru asal tidak
nganggur saja. Ngerti? Setiap kali kalau ada kesempatan, mereka akan loncat
ngambil yang lebih menguntungkan. Ngapain jadi guru, mau mati berdiri? Kamu kan
bukan orang yang gagal, kenapa kamu jadi putus asa begitu?!"
"Tapi saya mau jadi guru."
Suasana awal yang
membuka cerita di atas mau tidak mau akan membuat pembaca membayangkan
peristiwa apa yang kemudian terjadi. Ketidakmauan tokoh Taksu menuruti kemauan
orang tuanya membuat pembaca ikut berpikir sebenarnya apa sebab dari penolakan
Taksu. Mengapa ia sangat mempertahankan cita-citanya itu? Inilah yang kemudian
menarik perhatian pembaca. Di sini tokoh orang tua dari Taksu sangat memaksakan
kehendak, bahkan berbagai cara dilakukan untuk membuat anaknya merubah
cita-citanya.
"Kenapa? Apa nggak ada pekerjaan lain? Kamu
tahu, hidup guru itu seperti apa? Guru itu hanya sepeda tua. Ditawar-tawarkan
sebagai besi rongsokan pun tidak ada yang mau beli. Hidupnya kejepit. Tugas
seabrek-abrek, tetapi duit nol besar. Lihat mana ada guru yang naik Jaguar.
Rumahnya saja rata-rata kontrakan dalam gang kumuh. Di desa juga guru hidupnya
bukan dari mengajar tapi dari tani. Karena profesi guru itu gersang, boro-boro
sebagai cita-cita, buat ongkos jalan saja kurang. Cita-cita itu harus tinggi,
Taksu. Masak jadi guru? Itu cita-cita sepele banget, itu namanya menghina orang
tua. Masak kamu tidak tahu? Mana ada guru yang punya rumah bertingkat. Tidak
ada guru yang punya deposito dollar. Guru itu tidak punya masa depan. Dunianya
suram. Kita tidur, dia masih saja utak-atik menyiapkan bahan pelajaran atau
memeriksa PR. Kenapa kamu bodoh sekali mau masuk neraka, padahal kamu masih
muda, otak kamu encer, dan biaya untuk sekolah sudah kami siapkan. Coba pikir
lagi dengan tenang dengan otak dingin!"
"Sudah saya pikir masak-masak."
Saya terkejut.
"Pikirkan sekali lagi! Bapak kasi waktu satu
bulan!"
Taksu menggeleng.
"Dikasih waktu satu tahun pun hasilnya sama,
Pak. Saya ingin jadi guru."
Kutipan di atas
jelas sekali mengungkapkan bahwa ayah Taksu membeberkan semua unek-uneknya
agar anaknya berubah pikiran. Namun, Taksu tetap pada pendiriannya. Inilah
salah satu nilai edukasi yang dapat dipetik dari cerpen ini, bahwa hidup seharusnya
tidak seperti air di atas daun talas. Taksu bersikeras sampai kapanpun ia tetap
pada pendiriannya, ia ingin menjadi guru. Bahkan suatu hari ketika orangtuanya
mendatangi tempat kos Taksu dengan membawa makanan kesukaannya dan juga laptop
baru, Taksu masih dengan pendiriannya yaitu tetap ingin mewujudkan cita-cita
mulia tersebut.
"Taksu! Kamu mau jadi guru pasti karena kamu
terpengaruh oleh puji-pujian orang-orang pada guru itu ya?!" damprat istri
saya. "Mentang-mentang mereka bilang, guru pahlawan, guru itu berbakti
kepada nusa dan bangsa. Ahh! Itu bohong semua! Itu bahasa pemerintah! Apa kamu
pikir betul guru itu yang sudah menyebabkan orang jadi pinter? Apa kamu tidak
baca di koran, banyak guru-guru yang brengsek dan bejat sekarang? Ah?"
Taksu sudah paham
perihal bagaimana prinsip seorang guru, oleh sebabitulah ia tidak mau menuruti nasehat orang
tunya. Meskipun ia dimarahi kedua orang tuanya, Taksu tetap tenang, ia tidak
mau membantah setiap kata-kata yang keluar dari mulut orang tunya. Taksu sangat
menghormati kedua orang tunya. Inilah nilai edukasi lain yang terdapat dalam
cerpen ini, sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Taksu tetap pada pendiriannya
namun tetap dengan cara yang halus. Meskipun berbeda pendapat dengan orang
tuanya, Taksu tetap menghormati keputusan orang tuanya tanpa membantah dengan
perkataan yang tidak wajar atau tidak sopan.
"Kamu kan bukan jenis orang yang suka dipuji
kan? Kamu sendiri bilang apa gunanya puji-pujian, yang penting adalah sesuatu
yang konkret. Yang konkret itu adalah duit, Taksu. Jangan kamu takut dituduh
materialistis. Siapa bilang meterialistik itu jelek. Itu kan kata mereka yang
tidak punya duit. Karena tidak mampu cari duit mereka lalu memaki-maki duit.
Mana mungkin kamu bisa hidup tanpa duit? Yang bener saja. Kita hidup perlu
materi. Guru itu pekerjaan yang anti pada materi, buat apa kamu menghabiskan
hidup kamu untuk sesuatu yang tidak berguna? Paham?"
Taksu mengangguk.
"Paham. Tapi apa salahnya jadi guru?"
Setiap pertanyaan
yang diajukan kepada Taksu, selalu ia jawab dengan dingin dan tenang. Seperti “paham,
tapi apa salahnya jadi guru?” Kalimat tersebut menggambarkan bagaimana
sikap yang seharusnya dilakukan seorang anak jika keinginannya ditentang orang
tuanya. ‘jadi guru. Kan sudah saya bilang berkali-kali?’’ Masih dengan
kalimat yang santun ia menjawab pertanyaan yang selalu muncul dari orang tunya.
Berikut ini kutipan yang mempertegas gambaran di atas.
"Tiga bulan Bapak rasa sudah cukup lama buat
kamu untuk memutuskan. Jadi, singkat kata saja, mau jadi apa kamu
sebenarnya?"
Taksu memandang saya.
"Jadi guru. Kan sudah saya bilang
berkali-kali?"
Melalui tokoh
Taksu, Putu Wijaya juga menggambarkan bagaimana seharusnya watak dan sikap yang
harus dimiliki jika manusia ingin menjadi pemimpin atau panutan, yaitu tidak
mudah tergoda dengan materi atau sogokan lainnya. Taksu tetaplah Taksu,
ia adalah manusia yang teguh pada pendiriannya. Usaha apapun yang dilakukan
kedua orang tunya tidak mempan baginya. Bahkan ketika ayahnya datang
dengan membawa hadiah mobil mewah, Taksu tetapa menolak keinginan orang tuanya.
Lalu saya letakkan kembali kunci itu di depan
hidungnya. Taksu berpikir. Kemudian saya bersorak gegap gembira di dalam hati,
karena ia memungut kunci itu lagi.
"Terima kasih, Pak. Bapak sudah memperhatikan
saya. Dengan sesungguh-sungguhnya, saya hormat atas perhatian Bapak."
Sembari berkata itu, Taksu menarik tangan saya,
lalu di atas telapak tangan saya ditaruhnya kembali kunci mobil itu.
"Saya ingin jadi guru. Maaf."
Ayahnya punmengancam akan
menghentikan uang kiriman bulanan. Namun Taksu masih dengan pendiriannya.
Hingga akhirnya membuat ayahnya marah dan mengancam akan membunuh Taksu. Taksu
sungguh merupakan gambaran seorang yang memiliki hati luhur dan sederhana. Manusia
yang mempunyai prinsip hidup yang jelas.
"Aku bunuh kau, kalau kau masih saja tetap mau jadi
guru."
Taksu menatap saya.
"Apa?"
"Kalau kamu tetap saja mau jadi guru, aku bunuh kau sekarang
juga!!" teriak saya kalap.
Taksu balas memandang saya tajam.
"Bapak tidak akan bisa membunuh saya."
"Tidak? Kenapa tidak?"
"Sebab guru tidak bisa dibunuh. Jasadnya mungkin saja bisa
busuk lalu lenyap. Tapi apa yang diajarkannya tetap tertinggal abadi. Bahkan
bertumbuh, berkembang dan memberi inspirasi kepada generasi di masa yang akan
datang. Guru tidak bisa mati, Pak."...
"O… jadi narkoba itu yang sudah menyebabkan kamu mau jadi
guru?"
"Ya! Itu sebabnya saya ingin jadi guru, sebab saya tidak mau
mati."
Itulah guru yang sejati. Putu Wijaya mengungkapkan isi pikirannya
memalui tokoh Taksu dengan dialognya yang sedikit namun tajam dimata pembaca.
Ilmu yang diajarkan guru akan tetap abadi meskipun sang guru jasadnya telah
tiada. Ungkapan tersebut jelas merupakan suatu nilai edukasi yang dapat menjadi
pembelajaran bagi manusia, bahwa hidup tidaklah terlalu memikirkan materi
tetapi lebih berpikir tentang apa yang telah diberikan kepada sesama. Secara
tidak langsung tokoh Taksu juga menggambarkan nilai religiositas. Taksu dengan
kepribadiannya tersebut meyakini bahwa ia pasti mati dan kembali pada Tuhan
yang Maha Kuasa, namun ada hal yang tetap hidup dan sudah diberikannya kepada
sesama yaitu ilmu. Ilmu datangnya dari Tuhan dan untuk manusialah ilmu itu
anugerahkan. Hal ini tersirat dalam kutipan di atas.
Kehidupan duniawi akan terasa indah jika manusia dapat memberikan
sesuatu yang berharga bagi manusia lainnya yaitu ilmu. Ilmu sangatlah penting
dalam kehidupan manusia, itulah yang berusaha digambarkan Putu Wijaya melalui
cerpen ini. Guru melalui ilmunya akan tetap abadi dan bahkan bisa berkembang
dan memberi inspirasi bagi generasi yang akan membawa bangsa ini menuju
kesuksesan.
Taksu akhirnya memilih hidupnya sendiri, ia pergi dan hidup dengan
caranya sendiri. Sementara kedua orang tuanya terkejut dengan keputusan
anaknya. Taksu hanya meninggalkan secarik kertas yang ia sobek dari buku
hariannya. Isinya “ maaf, tolong relakan saya menjadi guru”. Di sini Putu Wijaya mencoba mencari solusi atas
konflik anak dan orang tua tersebut. Konflik tesebutlah yang menjadikan kedua
orang tua Taksu sadar akan keputusan anaknya tersebut dan mereka sadar bahwa
cara memperlakukan keinginan Taksu adalah salah. Dengan usaha yang pantang
menyerah, akhirnya Taksu pulang dengan menjadi seorang guru yang sukses dan ia
tanpa sedikit pun melupkan orang tuanya. Taksu pergi bukan karena benci kepada
orang tuanya, tapi lebih kepada bagaimana ia menggapai cita-cita mulia
tersebut.
Waktu telah memproses segalanya begitu rupa, sehingga semuanya di
luar dugaan. Sekarang Taksu sudah menggantikan hidup saya memikul beban
keluarga. Ia menjadi salah seorang pengusaha besar yang mengimpor barang-barang
mewah dan mengekspor barang-barang kerajinan serta ikan segar ke berbagai
wilayah mancanegara.
"Ia seorang guru bagi sekitar 10.000 orang pegawainya. Guru
juga bagi anak-anak muda lain yang menjadi adik generasinya. Bahkan guru bagi
bangsa dan negara, karena jasa-jasanya menularkan etos kerja," ucap
promotor ketika Taksu mendapat gelar doktor honoris causa dari sebuah
pergurauan tinggi bergengsi.
Tujuan hidup seorang anak memang menjadi hal yang utama bagi orang
tua. Namun, bukankah seharusnya orang tua itu selalu mendukung keputusan
anaknya jika keputusan itu adalah hal mulia yang dipilih dan diyakini sang
anak. Di cerpen ini ada nilai edukasi lain yang dapat diambil yaitu tugas orang
tua bukanlah menentukan jalan apa yang harus dipilih sang anak tetapi
mendukung, mengarahkan dan mengawasi jalan pilihan sang anak adalah hal penting
dan utamadari tugas orang tua. Dengan
catatan, selama pilihan hidup sang anak masih sesuia dengan norma-norma
kebaikan.
E.Penutup
Melalui cerpen “Guru”, Putu Wijaya berusaha menggambarkan
perjalanan kehidupan manusia dengan usaha dan keteguhan dalam berpendirian.
Semua tuduhan yang dilontarkan kedua orang tua Taksu tentang masa depan guru
mungkin ada benarnya benar. Tetapi guru tetaplah guru yang selalu hidup karena
ilmu yang diajarkan. Inilah yang digambarkan pengarang melalui tokoh Taksu
dengan dialog-dialognya yang sederhana dan mengena di hati pembaca.
Karya sastra dapat
dipandang sebagai bentuk dari perwujudan keinginan seorang pengarang untuk
menawar, dan menyampaikan sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa pandangan tentang
suatu hal, gagasan, moral atau amanat yang dapat bermanfaat bagi pembaca. Hal
inilah yang coba dilakukan oleh Putu Wijaya dalam cerpen “Guru” ini. Namun
demikian, tulisan di atas hanya sedikit penafsiran mengenai cerpen “Guru”,
masih ada kemungkinan penafsiran lain yang bisa dilakukan.
Daftar Pustaka
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.