Nilai Edukatif dalam Cerpen Guru karya Putu Wijaya
Oleh : Arif Budianto
A.
Pendahuluan
Sastra sebagai cerminan sosial budaya suatu bangsa harus diwariskan
kepada generasi muda. Menurut Herfanda (2008;131) melalui Suryaman, sastra
memiliki potensi yang besar untuk membawa masyarakat ke arah perubahan,
termasuk perubahan karakter. Sastra dapat menjadi spirit bagi munculnya gerakan
perubahan masyarakat, bahkan kebangkitan suatu bangsa ke arah yang lebih baik,
penguatan rasa cinta tanah air, serta sumber inspirasi dan motivasi kekuatan
moral bagi perubahan sosial budaya dari keadaaan yang terpuruk menjadi keadaan
yang mandiri dan merdeka.
Karya sastra dapat dipandang sebagai bentuk dari perwujudan
keinginan seorang pengarang untuk menawar, dan menyampaikan sesuatu. Sesuatu
itu dapat berupa pandangan tentang suatu hal, gagasan, moral atau amanat yang
dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulisan sastra memiliki banyak tujuan, sastra
ditulis dapat untuk menyampaikan nilai pendidikan, moral, agama dan lain
sebagainya. Jadi karya sastra dapat digunakan untuk menyampaikan tujuan
tertentu kepada pembaca, ini sesuai dengan pendekatan pragmantik.
Untuk itulah tulisan ini mencoba mengkaji dan memahami cerpen “Guru”
karya putu Wijaya berdasarkan
fungsinya untuk memberikan nilai-nilai edukasi bagi pembaca. Sebagaimana di
atas, sastra dapat dipandang sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu
kepada pembaca. Pendekatan yang akan digunakan dalam mengkaji dan memahami
adalah pendekatan pragmantik.
B.
Kajian
teori
Suatu karya sastra diciptakan oleh manusia yang kreatif. Keberadaan
sastra itu difungsikan untuk dibaca dan dipahami isinya oleh manusia. Sastrawan
menulis karyanya tentu ada tujuannya, salah satu tujuannya adalah menyampaikan
pesan edukasi kepada pembaca. Pembaca diberikan kebebasan untuk menafsirkan
nilai-nilai apa yang ada dalam karya sastra yang dibacanya. Untuk itu perlu
adanya kritik terhadap suatu karya sastra dengan menggunakan salah satu
pendekatan, di antaranya dengan pendekatan pragmantik. Hal ini agar karya
sastra baik berupa novel, cerpen, puisi dan lain-lainnya yang mungkin sulit
dipahami isinya oleh kaum awan akan menjadi tersampaikan maksud dan tujuan dari
pengarang.
Suatu karya sastra akan dinilai orang tinggi jika di dalamnya
terdapat banyak nilai-nilai pendidikan moral yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai
edukasi tersebut dapat dimaknai dan dipahami melalui pendekatan pragmantik.
Pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk
memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya.Menurut
Suryaman (2010:18) sastra tidak hanya memberikan kemenarikan dan hiburan serta
mampu menanamkan dan memupuk rasa keindahan, tetapi juga mampu memberikan
pencerahan mental dan intelektual.
Untuk memahami sebuah percakapan yang memiliki konteks tertentu,
kita tidak dapat hanya mengandalkan pengetahuan leksikal dan sintaksis saja,
melainkan harus pula disertai dengan interpretasi pragmantik (Leech &
Short. 1981:290) melalui Nurgiyantoro. Dengan menyatakan konteks pragmantiknya,
makna sebuah percakapan dalam sebuah cerpen atau novel akan dapat dipahami
secara penuh. Jika unsur pragmantiknya terabaikan, maka makna dari percakapan
dalam sebuah cerpen atau karya sastra lainya hanya tersampaikan secara tersurat
saja. Makna percakapan dalam banyak hal lebih ditentukan oleh konteks
pragmantiknya, dan hal itu tidak diungkapkan langsung dengan unsur bahasa,
melainkan hanya lewat kode-kode tertentu (budaya) yang seharusnya telah menjadi
milik pembaca.
Demikianlah
uraian singkat dasar-dasar
dari pendekatan pragmantik yang akan digunakan sebagai sarana memahami cerpen
“Guru” karya Putu Wijaya. Putu
Wijaya adalah sastrawan ternama dan perlu pemahaman yang mendalam mengenai
karya sastra yang dihasilkannya, salah satunya cerpen ini.
C.
Cara Penelitian
Sumber data
dalam penelitian ini adalah cerpen “Guru” karya Putu Wijaya. Dengan demikian, data penelitian ini berupa data
verbal yang terdapat dalam cerpen yang menjelaskan
hubungannya dengan nilai-nilai edukasi dalam kehidupan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pembacaan dan
pencatatan. Selanjutnya data tersebut dianalisis dan dimakna sesuai dengan konteks
dan dihubungkan dengan nilai edukatif yang dapat menjadi
pembelajaran bagi pembaca. Analisis dilakukan melalui pendekatan pragmantik.
D.
Hasil dan
Pembahasan
“Guru” merupakan
judul cerpen karya Putu Wijaya. Isi atau pesan edukasi dalam cerpen ini adalah
pesan edukatif dalam hal pencapaian cita-cita seorang anak hingga akhirnya ia
sukses, meskipun sebelumnya keputusan menjadi guru ditentang oleh orang tuanya.
Kata “guru” yang digunakan dalam judul cerpen ini
mempunyai makna yang beragam. Guru dalam
KBBI berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.
Selain itu guru juga dapat dimaknai sebagai panutan yang dapat menentukan
kelestarian dan kejayaan kehidupan
bangsa. Dalam cerpen ini banyak sekali mengandung nilai-nilai edukasi yang
dapat bermanfaat bagi kehidupan pembaca. Inilah salah satu hal yang menarik
dari cerpen ini.
Cerpen “Guru”
diawali dengan kekhawatiran orang tua karena anaknya yang bernama Taksu
bercita-cita menjadi guru. Bagi mereka, ini adalah malapetaka, pendapat orang
tua Taksu guru masa depannya suram dan kehidupannya tidak akan sukses .
kutipaan di bawah ini mempertegas gambaran di atas.
Anak saya bercita-cita menjadi guru. Tentu saja
saya dan istri saya jadi shok. Kami berdua tahu, macam apa masa depan seorang
guru. Karena itu, sebelum terlalu jauh, kami cepat-cepat ngajak dia ngomong...
"Taksu, dengar baik-baik. Bapak hanya bicara
satu kali saja. Setelah itu terserah kamu! Menjadi guru itu bukan cita-cita.
Itu spanduk di jalan kumuh di desa. Kita hidup di kota. Dan ini era milenium
ketiga yang diwarnai oleh globalisasi, alias persaingan bebas. Di masa sekarang
ini tidak ada orang yang mau jadi guru. Semua guru itu dilnya jadi guru karena
terpaksa, karena mereka gagal meraih yang lain. Mereka jadi guru asal tidak
nganggur saja. Ngerti? Setiap kali kalau ada kesempatan, mereka akan loncat
ngambil yang lebih menguntungkan. Ngapain jadi guru, mau mati berdiri? Kamu kan
bukan orang yang gagal, kenapa kamu jadi putus asa begitu?!"
"Tapi saya mau jadi guru."
Suasana awal yang
membuka cerita di atas mau tidak mau akan membuat pembaca membayangkan
peristiwa apa yang kemudian terjadi. Ketidakmauan tokoh Taksu menuruti kemauan
orang tuanya membuat pembaca ikut berpikir sebenarnya apa sebab dari penolakan
Taksu. Mengapa ia sangat mempertahankan cita-citanya itu? Inilah yang kemudian
menarik perhatian pembaca. Di sini tokoh orang tua dari Taksu sangat memaksakan
kehendak, bahkan berbagai cara dilakukan untuk membuat anaknya merubah
cita-citanya.
"Kenapa? Apa nggak ada pekerjaan lain? Kamu
tahu, hidup guru itu seperti apa? Guru itu hanya sepeda tua. Ditawar-tawarkan
sebagai besi rongsokan pun tidak ada yang mau beli. Hidupnya kejepit. Tugas
seabrek-abrek, tetapi duit nol besar. Lihat mana ada guru yang naik Jaguar.
Rumahnya saja rata-rata kontrakan dalam gang kumuh. Di desa juga guru hidupnya
bukan dari mengajar tapi dari tani. Karena profesi guru itu gersang, boro-boro
sebagai cita-cita, buat ongkos jalan saja kurang. Cita-cita itu harus tinggi,
Taksu. Masak jadi guru? Itu cita-cita sepele banget, itu namanya menghina orang
tua. Masak kamu tidak tahu? Mana ada guru yang punya rumah bertingkat. Tidak
ada guru yang punya deposito dollar. Guru itu tidak punya masa depan. Dunianya
suram. Kita tidur, dia masih saja utak-atik menyiapkan bahan pelajaran atau
memeriksa PR. Kenapa kamu bodoh sekali mau masuk neraka, padahal kamu masih
muda, otak kamu encer, dan biaya untuk sekolah sudah kami siapkan. Coba pikir
lagi dengan tenang dengan otak dingin!"
"Sudah saya pikir masak-masak."
Saya terkejut.
"Pikirkan sekali lagi! Bapak kasi waktu satu
bulan!"
Taksu menggeleng.
"Dikasih waktu satu tahun pun hasilnya sama,
Pak. Saya ingin jadi guru."
Kutipan di atas
jelas sekali mengungkapkan bahwa ayah Taksu membeberkan semua unek-uneknya
agar anaknya berubah pikiran. Namun, Taksu tetap pada pendiriannya. Inilah
salah satu nilai edukasi yang dapat dipetik dari cerpen ini, bahwa hidup seharusnya
tidak seperti air di atas daun talas. Taksu bersikeras sampai kapanpun ia tetap
pada pendiriannya, ia ingin menjadi guru. Bahkan suatu hari ketika orangtuanya
mendatangi tempat kos Taksu dengan membawa makanan kesukaannya dan juga laptop
baru, Taksu masih dengan pendiriannya yaitu tetap ingin mewujudkan cita-cita
mulia tersebut.
"Taksu! Kamu mau jadi guru pasti karena kamu
terpengaruh oleh puji-pujian orang-orang pada guru itu ya?!" damprat istri
saya. "Mentang-mentang mereka bilang, guru pahlawan, guru itu berbakti
kepada nusa dan bangsa. Ahh! Itu bohong semua! Itu bahasa pemerintah! Apa kamu
pikir betul guru itu yang sudah menyebabkan orang jadi pinter? Apa kamu tidak
baca di koran, banyak guru-guru yang brengsek dan bejat sekarang? Ah?"
Taksu sudah paham
perihal bagaimana prinsip seorang guru, oleh sebab itulah ia tidak mau menuruti nasehat orang
tunya. Meskipun ia dimarahi kedua orang tuanya, Taksu tetap tenang, ia tidak
mau membantah setiap kata-kata yang keluar dari mulut orang tunya. Taksu sangat
menghormati kedua orang tunya. Inilah nilai edukasi lain yang terdapat dalam
cerpen ini, sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Taksu tetap pada pendiriannya
namun tetap dengan cara yang halus. Meskipun berbeda pendapat dengan orang
tuanya, Taksu tetap menghormati keputusan orang tuanya tanpa membantah dengan
perkataan yang tidak wajar atau tidak sopan.
"Kamu kan bukan jenis orang yang suka dipuji
kan? Kamu sendiri bilang apa gunanya puji-pujian, yang penting adalah sesuatu
yang konkret. Yang konkret itu adalah duit, Taksu. Jangan kamu takut dituduh
materialistis. Siapa bilang meterialistik itu jelek. Itu kan kata mereka yang
tidak punya duit. Karena tidak mampu cari duit mereka lalu memaki-maki duit.
Mana mungkin kamu bisa hidup tanpa duit? Yang bener saja. Kita hidup perlu
materi. Guru itu pekerjaan yang anti pada materi, buat apa kamu menghabiskan
hidup kamu untuk sesuatu yang tidak berguna? Paham?"
Taksu mengangguk.
"Paham. Tapi apa salahnya jadi guru?"
Setiap pertanyaan
yang diajukan kepada Taksu, selalu ia jawab dengan dingin dan tenang. Seperti “paham,
tapi apa salahnya jadi guru?” Kalimat tersebut menggambarkan bagaimana
sikap yang seharusnya dilakukan seorang anak jika keinginannya ditentang orang
tuanya. ‘jadi guru. Kan sudah saya bilang berkali-kali?’’ Masih dengan
kalimat yang santun ia menjawab pertanyaan yang selalu muncul dari orang tunya.
Berikut ini kutipan yang mempertegas gambaran di atas.
"Tiga bulan Bapak rasa sudah cukup lama buat
kamu untuk memutuskan. Jadi, singkat kata saja, mau jadi apa kamu
sebenarnya?"
Taksu memandang saya.
"Jadi guru. Kan sudah saya bilang
berkali-kali?"
Melalui tokoh
Taksu, Putu Wijaya juga menggambarkan bagaimana seharusnya watak dan sikap yang
harus dimiliki jika manusia ingin menjadi pemimpin atau panutan, yaitu tidak
mudah tergoda dengan materi atau sogokan lainnya. Taksu tetaplah Taksu,
ia adalah manusia yang teguh pada pendiriannya. Usaha apapun yang dilakukan
kedua orang tunya tidak mempan baginya. Bahkan ketika ayahnya datang
dengan membawa hadiah mobil mewah, Taksu tetapa menolak keinginan orang tuanya.
Lalu saya letakkan kembali kunci itu di depan
hidungnya. Taksu berpikir. Kemudian saya bersorak gegap gembira di dalam hati,
karena ia memungut kunci itu lagi.
"Terima kasih, Pak. Bapak sudah memperhatikan
saya. Dengan sesungguh-sungguhnya, saya hormat atas perhatian Bapak."
Sembari berkata itu, Taksu menarik tangan saya,
lalu di atas telapak tangan saya ditaruhnya kembali kunci mobil itu.
"Saya ingin jadi guru. Maaf."
Ayahnya pun mengancam akan
menghentikan uang kiriman bulanan. Namun Taksu masih dengan pendiriannya.
Hingga akhirnya membuat ayahnya marah dan mengancam akan membunuh Taksu. Taksu
sungguh merupakan gambaran seorang yang memiliki hati luhur dan sederhana. Manusia
yang mempunyai prinsip hidup yang jelas.
"Aku bunuh kau, kalau kau masih saja tetap mau jadi
guru."
Taksu menatap saya.
"Apa?"
"Kalau kamu tetap saja mau jadi guru, aku bunuh kau sekarang
juga!!" teriak saya kalap.
Taksu balas memandang saya tajam.
"Bapak tidak akan bisa membunuh saya."
"Tidak? Kenapa tidak?"
"Sebab guru tidak bisa dibunuh. Jasadnya mungkin saja bisa
busuk lalu lenyap. Tapi apa yang diajarkannya tetap tertinggal abadi. Bahkan
bertumbuh, berkembang dan memberi inspirasi kepada generasi di masa yang akan
datang. Guru tidak bisa mati, Pak."...
"O… jadi narkoba itu yang sudah menyebabkan kamu mau jadi
guru?"
"Ya! Itu sebabnya saya ingin jadi guru, sebab saya tidak mau
mati."
Itulah guru yang sejati. Putu Wijaya mengungkapkan isi pikirannya
memalui tokoh Taksu dengan dialognya yang sedikit namun tajam dimata pembaca.
Ilmu yang diajarkan guru akan tetap abadi meskipun sang guru jasadnya telah
tiada. Ungkapan tersebut jelas merupakan suatu nilai edukasi yang dapat menjadi
pembelajaran bagi manusia, bahwa hidup tidaklah terlalu memikirkan materi
tetapi lebih berpikir tentang apa yang telah diberikan kepada sesama. Secara
tidak langsung tokoh Taksu juga menggambarkan nilai religiositas. Taksu dengan
kepribadiannya tersebut meyakini bahwa ia pasti mati dan kembali pada Tuhan
yang Maha Kuasa, namun ada hal yang tetap hidup dan sudah diberikannya kepada
sesama yaitu ilmu. Ilmu datangnya dari Tuhan dan untuk manusialah ilmu itu
anugerahkan. Hal ini tersirat dalam kutipan di atas.
Kehidupan duniawi akan terasa indah jika manusia dapat memberikan
sesuatu yang berharga bagi manusia lainnya yaitu ilmu. Ilmu sangatlah penting
dalam kehidupan manusia, itulah yang berusaha digambarkan Putu Wijaya melalui
cerpen ini. Guru melalui ilmunya akan tetap abadi dan bahkan bisa berkembang
dan memberi inspirasi bagi generasi yang akan membawa bangsa ini menuju
kesuksesan.
Taksu akhirnya memilih hidupnya sendiri, ia pergi dan hidup dengan
caranya sendiri. Sementara kedua orang tuanya terkejut dengan keputusan
anaknya. Taksu hanya meninggalkan secarik kertas yang ia sobek dari buku
hariannya. Isinya “ maaf, tolong relakan saya menjadi guru”. Di sini Putu Wijaya mencoba mencari solusi atas
konflik anak dan orang tua tersebut. Konflik tesebutlah yang menjadikan kedua
orang tua Taksu sadar akan keputusan anaknya tersebut dan mereka sadar bahwa
cara memperlakukan keinginan Taksu adalah salah. Dengan usaha yang pantang
menyerah, akhirnya Taksu pulang dengan menjadi seorang guru yang sukses dan ia
tanpa sedikit pun melupkan orang tuanya. Taksu pergi bukan karena benci kepada
orang tuanya, tapi lebih kepada bagaimana ia menggapai cita-cita mulia
tersebut.
Waktu telah memproses segalanya begitu rupa, sehingga semuanya di
luar dugaan. Sekarang Taksu sudah menggantikan hidup saya memikul beban
keluarga. Ia menjadi salah seorang pengusaha besar yang mengimpor barang-barang
mewah dan mengekspor barang-barang kerajinan serta ikan segar ke berbagai
wilayah mancanegara.
"Ia seorang guru bagi sekitar 10.000 orang pegawainya. Guru
juga bagi anak-anak muda lain yang menjadi adik generasinya. Bahkan guru bagi
bangsa dan negara, karena jasa-jasanya menularkan etos kerja," ucap
promotor ketika Taksu mendapat gelar doktor honoris causa dari sebuah
pergurauan tinggi bergengsi.
Tujuan hidup seorang anak memang menjadi hal yang utama bagi orang
tua. Namun, bukankah seharusnya orang tua itu selalu mendukung keputusan
anaknya jika keputusan itu adalah hal mulia yang dipilih dan diyakini sang
anak. Di cerpen ini ada nilai edukasi lain yang dapat diambil yaitu tugas orang
tua bukanlah menentukan jalan apa yang harus dipilih sang anak tetapi
mendukung, mengarahkan dan mengawasi jalan pilihan sang anak adalah hal penting
dan utama dari tugas orang tua. Dengan
catatan, selama pilihan hidup sang anak masih sesuia dengan norma-norma
kebaikan.
E.
Penutup
Melalui cerpen “Guru”, Putu Wijaya berusaha menggambarkan
perjalanan kehidupan manusia dengan usaha dan keteguhan dalam berpendirian.
Semua tuduhan yang dilontarkan kedua orang tua Taksu tentang masa depan guru
mungkin ada benarnya benar. Tetapi guru tetaplah guru yang selalu hidup karena
ilmu yang diajarkan. Inilah yang digambarkan pengarang melalui tokoh Taksu
dengan dialog-dialognya yang sederhana dan mengena di hati pembaca.
Karya sastra dapat
dipandang sebagai bentuk dari perwujudan keinginan seorang pengarang untuk
menawar, dan menyampaikan sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa pandangan tentang
suatu hal, gagasan, moral atau amanat yang dapat bermanfaat bagi pembaca. Hal
inilah yang coba dilakukan oleh Putu Wijaya dalam cerpen “Guru” ini. Namun
demikian, tulisan di atas hanya sedikit penafsiran mengenai cerpen “Guru”,
masih ada kemungkinan penafsiran lain yang bisa dilakukan.
Daftar Pustaka
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Siswoyo, Dwi, Sidharto, Suryati, Sulistyono, T, dkk. 2008. Ilmu
pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.
Suryaman, Maman. 2010. Diktat Mata Kuliah Strategi Pembelajaran
Sastra. Yogyakarta: Jurusan PBSI. FBS.UNY
Wiyatmi.2009. Pengantar Kajian Sastra. Yogayakarta: Pustaka
Book Publisher.
http://nalurerenewws.blogspot.com/2018/08/taipanqq-waspada-ini-yang-akan-terjadi.html
BalasHapushttp://asiataipanbiru.blogspot.com/2018/08/taipanqq-wajib-tahu-efek-sering.html
Taipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsasusun
• Domino99
• Poker
• BandarPoker
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : E314EED5
Daftar taipanqq
Taipanqq
taipanqq.com
Agen BandarQ
Kartu Online
Taipan1945
Judi Online
AgenSakong
Obat Aborsi Termanjur
BalasHapuspenggugur kandungan Termanjur
Jual Obat Aborsi Di Bandung
Jual Obat Aborsi Di Medan
Jual Obat Aborsi Di Cikarang
Jual Obat Aborsi Di Jakarta
Jual Obat Aborsi Di Banjarmasin
Jual Obat Aborsi Di Karawang
Jual Obat Aborsi Di Tegal
Jual Obat Aborsi Di Semarang
Jual Obat Aborsi Di Surabaya
Jual Obat Aborsi Di Papua
Jual Obat Aborsi Di Balikpapan
Jual Obat Aborsi Di Palembang
Jual Obat Aborsi Di Lampung
Jual Obat Aborsi Di Solo
Jual Obat Aborsi Di Lombok
Jual Obat Aborsi Di Malaysia
Jual Obat Aborsi Di Hongkong
Jual Obat Aborsi Di Taiwan
Jual Obat Aborsi Di Arab Saudi
Jual Obat Aborsi Di Korea
Jual Obat Aborsi Di Jepang