Minggu, 01 April 2012

RINGKASAN ARTIKEL DARI BUKU E.ULRICH KRATZ Judul : Pasang Surut Majalah Kebudayaan Indonesia oleh Jakob Sumardjo

RINGKASAN ARTIKEL DARI BUKU E.ULRICH KRATZ
Judul   :  Pasang Surut Majalah Kebudayaan Indonesia oleh Jakob Sumardjo
        Majalah kebudayaan adalah majalah minoritas, dicetak sangat terbatas dan dengan harga yang dibanting pula. Majalah kebudayaan adalah makanan elite budaya kita saja. Sejarah majalah budaya Di Indonesia mencatat bahwa hampir 5 pct bernafas tidak lebih dari  tiga tahun, sebabnya adalah, yang pertama lantaran neraca dagangnya selalu negatif, merugi, karena majalah tak laku di pasaran , kedua karena majalah-majalah begitu mati lantaran tidak ada karangan budaya yang berbobot untuk dimuat, terakhir yang sering kita dengar adalah pengasuh-pengasuh tergoda untuk bekerja di tempat lain karena jaminan sosial pegawai yang lebih baik. Namun, ada majalah yang dapat bertahan puluhan tahun, bernama Pujangga Baru, terbit tahun 1933 dan mati sebagai konfrontasi tahun 1962. Majalah ini mampu hidup di tiga zaman. Berikutnya adalah majalah Basis, terbit tahun 1951 dan sampai detik ini tetap terbit dalam cetakan offset dan kertas yang licin, majalah ini akan memegang rekor panjang dalam sejarah kebudayaan Indonesia, selain itu nama-nama majalalah seperti Panji Pustaka,Indonesia,Gelanggang-nya Siasat, Pustaka dan Budaya termasuk majalah yang berumur panjang (lebih dari 10 tahun penerbitan).
       Semuanya sudah almarhum, dan belum pernah terdengar kabar pengalamannya. Namun berdasarkan data-data dapatlah kita duga rahasia suksesnya, Panji Pustaka, hidup dari tahun 1945, 16 tahun lamanya,dapat bertahan lama karena tidak ada masalh keuangan,punya sponsor,hidupnya bukan tergantung dari dirinya,tapi berkat dukungan Pemerintah Belanda yang waktu itu berkuasa, gaji pegawai terjamin (PGPN kolonial tentunya) majalah bukan untuk dijual tapi disebarluaskan, demi keuntungan kurtural.
     Perkara sponsor sama halnya dengan majalah-majalah Indonesia, Budaya, Pustaka dan Budaya serta Budaya Jaya. Masing-masing mempunyai sponsor pemerintah (P dan K) atau pemerintah daerah. Untuk majalah Gelanggang dan Mimbar Indonesia rahasia awetnya karena karena keduanya memang tidak mengkhususkan diri dalam majalah seni,sastra dan budaya saja,tapi majalah berita umum, sehingga terjual laris. Yang benar-benar gelap bagi kita adalah rahasia suksesnya Basis dan Pujangga Baru, kedua majalah ini usaha swasta 100 pct,jadi menggantungkan hidupnya dari hasil penerbitannya. Pujangga Baru diusahakan oleh  Sutan Takdir Alisjahbana, beliau kita kenal selain sebagai sastrawan dan budayawan juga pengusaha yang maju. Gabungan dari kemampuan dagang dan kemampuan seni inilah yang  memungkinkan  majalah budaya ini hidup lama. Sedang majalah Basis, kita hanya tahu bahwa majalah ini diusahakan oleh pastur-pastur Jesuit yang memang terkenal dinamika dan maju. Mungkin rahasia suksesnya terletak pada ketekunan, ketrampilan dagang dan budaya,kesediaan metelar pengasuh-pengasuhnya artinya perhitungan gaji dianggap selesai.
       Dari 32 majalah budaya kita hampir semua redakturnya adalah orang-orang yang kita kenal sebagai sastrawan Indonesia,misalnya Chairil Anwar(Gelanggang),Sanusi Pane(Timboel), Nugroho Notosusanto(Kompas),Idrus,Achdiat (Indonesia) Usmar Ismail(Arena), Muhammad Yamin ( Jong Sumatra), Ajip Rosidi( Prosa,Budaya Jaya)irjo Mulyo( Budaya). Diantara mereka muncullah nama H.B. Jassin yang gigih bertahan sebagai redaktur majalah budaya.  Sejak masa jepang beliau sudah menduduki 8 kursi redaktur majalah budaya dan sastra,seperti Panji Pustaka,Panca Raya, Mimbar Indonesia, Zenith,Bahasa dan Budaya,Kisah,Seni dan Horison. H.B Jassin disebut sebagai pembaptis sastrawan Indonesia sejak kemerdekaan,itu bisa dimaklumi,sebab semua hasil sastra yang terbit harus lolos dari penilaiannya.
       Dari kenyataan diatas dapat disimpulkan  majalah-majalh budaya kita memang diasuh oleh orang-orang yang kompeten. Dan dapat dipahami  bahwa banyaknya terbit majalah budaya merupakan barometer perkembangan  budaya zamannya. Sekarang ini kita hidup dengan hanya 3 majalah budaya yaitu Basis,Horison dan Budaya Jaya. Tahun 1950-1960 kita pernah memiliki kurang lebih 17 majalah kebudayaan,suatu zaman emas sastra Indonesia. Tahun 1920-1930 kita hanya memiliki 3 majalah budaya,karena kekurangan ini ditopang oleh badan penerbit Balai Pustaka.
        Tahun 1930-1940  kita hanya memiliki 2 majalah budaya yaitu Panji Pustaka dan Pujangga baru. Tahun 1940-1950 kita punya 10 majalah budaya,meskipun sebagian hanya berusia kurang dari 1 tahun. Jelas bahwa majalah budaya tidak pernah bisa berusia panjang,dari 32 majalah hanya 4 yang mencapai umur 10 tahun,2 majalah yang usianya lebih dari 20 tahun,ini berarti hanya 6 pct saja majalah budaya Indonesia bisa lestari. Majalah budaya kita selama ini hanya untuk kaum terpencil,belum mencapai suatu tungkatan elite. Dengan sedikit menurunkan ketinggian kurturalnya maka majalah-majalah budaya dapat diharapkan memperoleh publik yang cukup menghidupi dirinya,tentu saja orang harus tetap menghidupkan majalah-majalah budaya murninseperti sekarang ini, terbitkanlah majalah budaya apresiasi yang menjembatani gap budaya tersebut. Gap antara pekerja dengan insinyur-insinyurnya, gap antara orang awam dan sastrawan-sastrawannya.

RINGKASAN ARTIKEL DARI BUKU E.ULRICH KRATZ Judul : Kesusastraan Indonesia (oleh :IDRUS)


RINGKASAN ARTIKEL DARI BUKU E.ULRICH KRATZ
Judul   : Kesusastraan Indonesia   (oleh :IDRUS) 
       Perkembangan kesusastraan Indonesia berjalan dengan pesat, namun dengan perjuangan menempuh halangan-halangan yang tidak disangka, seperti mengenai sendi-sendi dasar dan ada pula yang dapat dicap sebagai sabutase belaka. Gambaran yang muram ini untung masih dapat dikalahkan oleh hasil-hasil yang diciptakan unsur-unsur  pembangunan dan berdasarkan inilah dapat kita berkata bahwa pembangunan kesusastraan Indonesia berjalan dengan pesat, pesat dengan perhitungan dan awas terhadap halangan-halangan dan sabotase dari kuli-kuli TBC itu, kuli TBC hanya perumpamaan pada masa itu bagi orang yang menghanyutkan unsur-unsur pembangunan. Tidak ada jalan lain bagi kita untuk mempertahankan kesehatan itu, selain dengan melenyapkan TBC itu, tapi selama masyarakat masih dapat dikelabuhi oleh mereka, selama itu jalan kepesatan tadi tetap penuh berduri. Masyarakat sekarang tidak boleh lagi dapat dikecoh oleh khayalan melompong, tinjauan masyarakat harus berdasarkan kenyataan, karena dengan hanya berbuat begini, masyarakat dapat menimbang nilai-nilai yang membangun dan yang merusak, dengan objektif. Isi kesusastraan dewasa ini,dapat bersenang hati, tidak karena isi itu sudah memuaskan, tapi karena isi itu sudah berjalan kearah yang baik. Dari GEMA TANAH AIR yang diterbitkan Balai Pustaka, 45 pengarang  Indonesia dikumpulkan, dengan meneguhkan keyakinan, bahwa kesusastraan kita berdiri diatas tumpukan yang kuat, dan bagi orang yang mengaku mempunyai jiwa kebangsaan kuat akan memandang berharga buku ini, daripada kumpulan pidato-pidato politik.
       Pada waktu itu,berkat kekejaman Jepang dan kehebatan revolusi Indonesia,kesusastraan Indonesia berjalan sedikit demi sedikit dari romantik ke realisme.  Relisme bagi kita dan kesusastraan dunia umumnya mampu membuka kemungkinan yang banyak, relisme sudah banyak coraknya. Realisme kasar,meletus dari Anton Tsjechow sebelum 1880 dan realisme pengarang ini juga meningkat halus asntara 1800-1890. Realisme Willem Elschot yang membesarkan kenyataan. Realisme Belcampo yang menjatuhkan dongeng dan kenyataan menjadi kenyataan baru yang segar bugar. Realisme Franz Kafka yang menjatuhkan mimpi dan kenyataan menjadi kenyataan yang baru yang fantastik. Bahkan dapat dikatakan relisme yang menyebabkan bentuk roman, sebagai salah satu bentuk kesusastraan. Realisme yang membuka pintu kepada auto biografical novel, satu bentuk roman yang tidak akan membosankan.

RINGKASAN ARTIKEL DARI BUKU E.ULRICH KRATZ Judul : Kesusastraan Indonesia (oleh :IDRUS)


RINGKASAN ARTIKEL DARI BUKU E.ULRICH KRATZ
Judul   : Kesusastraan Indonesia   (oleh :IDRUS) 
       Perkembangan kesusastraan Indonesia berjalan dengan pesat, namun dengan perjuangan menempuh halangan-halangan yang tidak disangka, seperti mengenai sendi-sendi dasar dan ada pula yang dapat dicap sebagai sabutase belaka. Gambaran yang muram ini untung masih dapat dikalahkan oleh hasil-hasil yang diciptakan unsur-unsur  pembangunan dan berdasarkan inilah dapat kita berkata bahwa pembangunan kesusastraan Indonesia berjalan dengan pesat, pesat dengan perhitungan dan awas terhadap halangan-halangan dan sabotase dari kuli-kuli TBC itu, kuli TBC hanya perumpamaan pada masa itu bagi orang yang menghanyutkan unsur-unsur pembangunan. Tidak ada jalan lain bagi kita untuk mempertahankan kesehatan itu, selain dengan melenyapkan TBC itu, tapi selama masyarakat masih dapat dikelabuhi oleh mereka, selama itu jalan kepesatan tadi tetap penuh berduri. Masyarakat sekarang tidak boleh lagi dapat dikecoh oleh khayalan melompong, tinjauan masyarakat harus berdasarkan kenyataan, karena dengan hanya berbuat begini, masyarakat dapat menimbang nilai-nilai yang membangun dan yang merusak, dengan objektif. Isi kesusastraan dewasa ini,dapat bersenang hati, tidak karena isi itu sudah memuaskan, tapi karena isi itu sudah berjalan kearah yang baik. Dari GEMA TANAH AIR yang diterbitkan Balai Pustaka, 45 pengarang  Indonesia dikumpulkan, dengan meneguhkan keyakinan, bahwa kesusastraan kita berdiri diatas tumpukan yang kuat, dan bagi orang yang mengaku mempunyai jiwa kebangsaan kuat akan memandang berharga buku ini, daripada kumpulan pidato-pidato politik.
       Pada waktu itu,berkat kekejaman Jepang dan kehebatan revolusi Indonesia,kesusastraan Indonesia berjalan sedikit demi sedikit dari romantik ke realisme.  Relisme bagi kita dan kesusastraan dunia umumnya mampu membuka kemungkinan yang banyak, relisme sudah banyak coraknya. Realisme kasar,meletus dari Anton Tsjechow sebelum 1880 dan realisme pengarang ini juga meningkat halus asntara 1800-1890. Realisme Willem Elschot yang membesarkan kenyataan. Realisme Belcampo yang menjatuhkan dongeng dan kenyataan menjadi kenyataan baru yang segar bugar. Realisme Franz Kafka yang menjatuhkan mimpi dan kenyataan menjadi kenyataan yang baru yang fantastik. Bahkan dapat dikatakan relisme yang menyebabkan bentuk roman, sebagai salah satu bentuk kesusastraan. Realisme yang membuka pintu kepada auto biografical novel, satu bentuk roman yang tidak akan membosankan.

RINGKASAN ARTIKEL DARI BUKU E.ULRICH KRATZ Judul : Kesusastraan Indonesia (oleh :IDRUS)


RINGKASAN ARTIKEL DARI BUKU E.ULRICH KRATZ
Judul   : Kesusastraan Indonesia   (oleh :IDRUS)