Judul : Di Bawah Lindungan Ka’bah
Pengarang : Hamka
Penerbit : Bulan Bintang
Pada
tahun 1927 saya berangkat ke tanah suci. Di Mekah saya menumpang di penginapan
milik seorang Syeikh. Saya berkenalan dengan orang yang sangat baik dan rajin
beribadah, ia adalah Hamid. Mulai saat itu saya sangat dekat dengan Hamid,
tetapi setelah ia bertemu dengan sahabatnya yang bernama Shalleh, Hamid seolah
berubah tidak seperti biasanya.Sebagai sahabat saya memberanikan diri untuk
bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Akhirnya ia mau
menceritakan kepada saya. Mulailah Hamid bercerita, sejak umur 4 tahun ayah
Hamid sudah meninggal. Kehidupan Hamid dan ibunyamelarat, tetapi ibunya sangat
menginginkan Hamid bersekolah yang tinggi.
Sudah
waktunya Hamid untuk sekolah, tetapi ibunya tidak mempunyai biaya. Setiap hari
Hamid berjualan kue, Sampai suatu ketika Hamid mendapat berkah dari seorang
hartawan. Hartawan itu adalah keluarga Engku haji Jaffar dan istrinya Mak
Aisyah. Engku Haji Jaffar akan meyekolahkan Hamid bersama dengan anak
kandungnya satu-satunya yang bernama Zainab. Hamid dan Zainab sudah seperti
kakak beradik, mereka selalu bersama hingga tamat MULO. Sejak saat itu mereka berpisah, Zainab sudah dipingit
keluarganya dan Hamid melanjutkan sekolahnya ke Padang Panjang.
Hamid
merasa kesepian dan pikirannya selalu tertuju pada Zainab. Hamid jatuh cinta
pada Zainab, tetapi ia selalu sadar diri. Cobaan yang tidak disangka-sangka
datang, Engku Haji Jaffar meninggal dunia, tentu ini akan berakibat pada
hubungan Hamid dengan keluarga Zainab. Musibah datang lagi, Ibu Hamid sakit
keras dan Hamid harus selalu menunggunya. Ibu Hamid menanyakan tentang perasaan
Hamid kepada Zainab dan Hamid menceritakan yang sebenarnya. Ibu Hamid masih sempat
memberi nasihat waktu itu. Namun, ibunya
akhirnya menggal dunia. Cobaan berikutnya, Mak Aisyah meminta Hamid untuk
membujuk Zainab untuk mau menikah dengan kemenakan ayahnya, ini masalah yang
berat, pekerjaan yang berlawanan dengan keinginan hati Hamid. Ternyata Zainab
belum mau kawin.
Hamid
memutuskan untuk pergi meninggalkan Padang. Hamid hanya mengirim surat kepada
Zainab agar ia mau menuruti apa kehendak ibunya demi rasa berbaktinya kepada
orang tua dan menitip pesan bila kelak Zinab jadi menikah jadilah istri yang
setia serta sampaikan salam untuk suaminya. Hamid kemudian pergi mengembara
hingga sampai di bawah lindungan Ka`bah yang suci, terpisah dari pergaulan
manusia yang lain. Di sinilah Hamid selalu tafakur memohon kepada Tuhan seru
sekalian alam, supaya diberi kesabaran dan keteguhan hati menghadapi hidup.
Setelah
setahun di Mekah dan waktu haji sudah datang. Tanpa disangka Hamid bertemu
teman lamanya yang bernama Shalleh, teman sekolah di Padang dan Padang Panjang. Shalleh membawa kabar tentang Zainab, karena
istrinya sahabat karib Zainab. Shalleh menceritakan kepada Hamid bahwa selama
ini Zainab memiliki perasaan yang sama seperti Hamid. Ini membuat hati hamid
sedih tapi setidaknya sekarang barulah Hamid tahu dirinya ada harganya
untuk hidup, sebab ada orang yang
mencintai Hamid, yaitu orang yang Hamid cintai. Kemudian
Salleh mengirimkan sepucuk surat untuk istrinya Rosnah menerangkan pertemuannya
dengan Hamid. Surat balasannya ternyata mengabarkan bahwa Zainab sakit parah,
dan harapan Zainab untuk bertemu dengan Hamid, meskipun Zainab merasa tidak
mungkin untuk bertemu Hamid karena sakitnya yang parah.
Hamid
menjadi sering termenung dan Hamid mulai sakit-sakitan. Tetapi karena akan
melaksanakan wukuf yang wajib dilaksanakan. Hamid melaksanakan rukun itu. Penyakit
Hamid rupanya bertambah berat. Datanglah sebuah surat dari Rosnah istri
Shalleh, Shalleh sempat tidak tega mengabarkan isinya kepada Hamid, tetapi ia
harus menyampaikannya. Zainab telah meninggal. Mendengar berita itu, Hamid
menarik nafas panjang, mengelurkan airmata yang panas.
Dengan
bantuan orang badui, hamid melakukan tawaf keliling ka’bah tujuh kali. Di
antara pintu Ka`bah dengan batu hitam, di tempat yang bernama Maltezam, tempat
segala doa yang makbul. Hamid berdoa dengan khusuk. Saya melihat tanda-tanda
kematian sudah dekat. Setelah itu suaranya tidak kedengaran lagi, di mukanya
terbayang suatu cahaya muka yang jernih dan damai, cahaya keridhaan Ilahi.
Hamid meninggal atas izin Tuhannya, di bawah lindungan Ka’bah. Saya dan Shalleh
melakukan tawaf keliling Ka`bah " Tawaf Wida" yang artinya tawaf
selamat berpisah. Setelah itu Shalleh pergi ke Mesir dan saya pulang ke tanah
air.
Novel dibawah lindungan kakbah sangat menyentuh hati
BalasHapusNov
Novel ini sangat menarik dan sangat bagus untuk dibaca
Novel nya sangat bagus penggunaan latar alur serta amanat nya
BalasHapus